Jumat, 20 Juli 2018

Makalah Ilmu Filsafat Filsafat dan Etika



MAKALAH
Ilmu Filsafat
Filsafat dan Etika



lambang.jpg
 









Disusun oleh
Rukmana sari              (14510057)
Renita Ayu Putri         (1730501121)
Mia Febryanti              (1730501106)
M. Abdullah                (1730501105)
Tia Maya Syafira         (1730501128)
M. Jannata                   (17130501113)


Dosen Pembimbing
M. Syahri Ramadhan Simangunsong S.H., MH.



JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
AKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG
2017
KATA PENGANTAR

Kami panjatkan syukur atas anugrah Tuhan Yang Maha Esa, atas kasih yang telah Ia berikan kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini jauh dari kesempurnaan. Walaupun berbagai cara kami lakukan terdapat kekurang lengkapan dalam membuat makalah ini. Dalam makalah ini, kami membahas tentang “FILSAFAT dan ETIKA”. Dalam pembahasan ini banyak berbagai kesulitan-kesulitan yang kami hadapi, baik dari segi materi maupun dari berbagai referensi dalam menyelesaikan topik ini. Akan tetapi kesulitan tersebut tidak akan membuat kami menyerah, justru kami berusaha terus untuk mencari solusi dalam menyelesaikan makalah ini. Walaupun demikian, kami sangat mengharapkan kritik dan saran saudara-saudara untuk revisi ulang makalah ini demi kemajuan bersama di masa yang akan datang. Oleh karena itu, kami ingin mengucapkan terimakasih kepada Dosen Pembimbing dan kepada seluruh pihak yang telah membantu penulisan makalah ini. Demikian yang perlu kami sampaikan, kami ucapkan terimakasih, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
                                                                                 Palembang,15 Desember 2017
                                                                                               
Penulis


                                                                                








BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Pada dewasa ini terlihat gejala-gejala kemerosotan etika. Cara pasti kiranya agak sukar menentukan faktor penyebabnya. Kata-kata etika, tidak hanya terdengar dalam ruang kuliah saja dan tidak hanya menjadi monopoli kaum cendikiawan. Diluar kalangan intelektual pun sering disinggung tentang hal-hal seperti itu. Jika seseorang membaca surat kabar atau majalah, hampir setiap hari ditemui kata-kata etika. Berulang kali dibaca kalimat-kalimat semacam ini. Dalam dunia bisnis etika semakin merosot. Di televisi akhir-akhir ini banyak iklan yang kurang memerhatikan etika. Bahkan dalam pidato para pejabat pemerintah kata etika banyak digunakan, tetapi kenyataaannya masih banyak pejabat justru melanggar etika. Etika merupakan yang berbicara nilai etika dan norma etika, membicarakan perilaku manusia dalam hidupnya.
Etika dan filsafat merupkan sebuah peranan seperti halnya agama, politik, bahasa, dan ilmu-ilmu pendukung yang telah ada sejak dahulu kala dan diwariskan secara turun temurun. Etika dan filsafat menjadi refleksi krisis terhadap tingkah laku manusia, maka etika tidak bermaksud untuk membuat orang bertindak sesuatu dengan tingkah laku bagus saja. Ia harus bertindak berdasarkan pertimbangan akal sehat, apakah bertentangan atau membangun tingkah laku baik. Dalam hal ini akan mencoba memberikan alternatif pemecahan dengaan membahas tentang “Etika dan Filsafat”.

B.     TUJUAN
1.      Mengidentifikasikan pengertian etika
2.      Menjelaskan hubungan filsafat dan etika.

C.    MANFAAT
1.      Agar setiap para pembaca dapat memahami pengertian etika.
2.      Agar para pembaca dapat memahami hubungan filsafat dan etika
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Etika
Secara etimologi (bahasa) ‘etika’ berasal dari kata bahasa Yunani ethos. Dalam bentuk tunggal, ‘ethos’ berarti tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, akhlak, perasaan, cara berpikir. Dalam bentuk jamak ta ethaberarti adat kebiasaan. Dalam istilah filsafat, etika berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, etika adalah ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak. Etika dibedakan dalam tiga pengertian pokok, yaitu ilmu tentang apa yang baik dan kewajiban moral, kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak, dan nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Dalam pembahasan kali ini maka etika dapat diartikan sebagai nilai-nilai atau norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
Sifat dasar etika adalah sifat kritis, karenanya etika bertugas:[1]
1.      Untuk mempersoalkan norma yang dianggap berlaku. Diselidikinya apakah dasar suatu norma itu dan apakah dasar itu membenarkan ketaatan yang di tuntut oleh norma itu terhadap norma yang dapat berlaku.
2.      Etika mengajukan pertanyaan tentang legitimasinya, artinya norma yang tidak dapat mempertahankan diri dari pertanyaan kritis dengan sendirinya akan kehilangan haknya.
3.      Etika mempersoalkan pula hak setiap lembaga seperti orangtua, sekolah, negara dan agama untuk memberikan perintah atau larangan yang harus ditaati.
4.      Etika memberikan bekal kepada manusia untuk mengambil sikap yang rasional terhadap semua norma.
5.      Etika menjadi alat pemikiran yang rasional dan bertanggung jawab bagi seorang ahli dan bagi siapa saja yang tidak mau diombang-ambingkan oleh norma-norma yang ada.
Etika sering disebut filsafat moral. Etika merupakan cabang filsafat yang berbicara mengenai tindakan manusia dalam kaitannya dengan tujuan utama hidupnya. Etika membahas baik buruk atau benar tidaknya tingkah laku dan tindakan manusia serta sekaligus menyoroti kewajiban-kewajiban manusia. Etika mempersoalkan bagaimana manusia seharusnya berbuat atau bertindak.
Tindakan manusia ditentukan oleh macam-macam norma. Etika menolong manusia untuk mengambil sikap terhadap semua norma dari luar dan dari dalam supaya manusia mencapai kesadaran moral yang otonom.
Etika menyelidiki dasar semua norma moral. Dalam etika biasanya dibedakan antara ‘etika deskriptif’ dan ‘etika normatif’. Etika deskriptif memberikan gambaran dari segala kesadaran moral, dari norma dan konsep-konsep etis. Etika normatif tidak berbicara lagi tentang gejala, melainkan tentang apa yang sebenarnya harus merupakan tindakan manusia. Dalam etika normatif, norma dinilai dan setiap manusia ditentukan.
Beberapa ahli lain menyoroti makna etika lebih lengkap dan detail. Pada dasarnya etika meliputi empat pengertian, yaitu :[2]
1.      Etika merupakan sistem nilai kebiasaan yang penting dalam kehidupan kelompok khusus manusia.
2.      Etika digunakan pada suatu di antara sistem-sistem khusus tersebut, yaitu ‘moralitas’ yang melibatkan makna dari kebenaran dan kesalahan, seperti salah dan malu.
3.      Etika adalah siste moralitas itu sendiri mengacu pada prinsip-prinsip moral aktual.
4.      Etika adalah suatu daerah dalam filsafat yang memperbincangkan telaahan etika dalam pengertian-pengertian lain.

B.     Hubungan filsafat dan etika
Filsafat ialah seperangkat keyakinan-keyakinan dan sikap-sikap, cita-cita, aspirasi-aspirasi dan tujuan-tujuan, nilainilai dan norma-norma, aturan-aturan dan prinsip etis. Menurut Sidney Hook, filsafat juga pencari kebenaran, suatu persoalan nilai-nilai dan pertimbangan-pertimbangan nilai untuk melaksanakan hubungan-hubungan kemanusiaan secara benar dan juga berbagai pengetahuan tentang apa yang buruk atau baik untuk memutuskan bagaimana seseorang harus memilih atau bertindak dalam kehidupannya.
Florence Kluckholn, mengidentifikasikan sejumlah orientasi nilai yang tampaknya berkaitan dengan masalah kehidupan dasar :
1.      Manusia berhubungan dengan alam atau lingkungan fisik, dalam arti mendominasi, hidup dengan atau ditaklukan alam.
2.      Manusia menilai sifat/hakikat manusia sebagai baik, campuran antara baik dan buruk.
3.      Manusia hendaknya bercermin pada masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang.
4.      Manusia lebih menyukai aktivitas yang sedang dilakukan, akan dilakukan, atau telah dilakukan.
5.      Manusia menilai hubungan dengan orang lain, dalam kedudukan yang langsung, individualistis atau posisi yang sejajar.
Orientasi nilai tersebut sangat berbeda di antara berbagai kebudayaan dan subbudayadalam masyarakat. Orientasi nilai budaya itu dinyataakn dalam konsep-konsep, sikap-sikap, dan harapan-harapan orang, yang bersangkut paut dengan diri mereka sendiri atau orang lain,khususnya sebagai bagian dari peranan-peranan sosial yang merekasandang dalam masyarakat.
Nilai-nilai mempunyai tingkatan-tingkatan seperti :
1.      Nilia-nilai akhir atau abstrak, seperti : demokrasi, keadilan, persamaan, kebebasan, kedamaian dan kemajuan sosial, serta perwujudan diri dan penentuan diri.
2.      Nilai-nilai tingkat menengah, seperti : kualitas keberfungsian manusia/pribadi, keluarga yang baik, pertumbuhan, peningkatan kelompok dan masyarakat yang baik.
3.      Nilai-nilai tingkat ketiga merupakan nilai-nilai instrumental atau operasional yang mengacu kepada ciri-ciri perilaku dari lembaga sosial yang baik, pemerintah yang baik, dan orang profesional yang baik. Misalnya dapat dipercaya, jujur, dan memiliki disiplin diri.
4.      Nilai-nilai dan norma-norma yang telah diinternalisasikan ke dalam diri individu, akan menjadi kerangka referensi individu tersebut, sebagai prinsip-prinsip etik. Prinsip-prinsip etik tersebut menjadi dasar orientasi dan petunjuk bagi kita dalam mengatasi masalah-masalah kehidupan menjalin hubungan sosial dengan orang lain. Prinsip etik tersebut membantu pula mengatur dan memberikan makna dan kesatuan yang bulat terhadap kepribadian kita; motivasi kita dalam memilih perilaku kita, tujuan-tujuan dan gaya hidup, serta memungkinkan kita memperoleh landasan pembenaran dan pengambilan keputusan terhadap tindakan yang kita lakukan.

C.    Perbedaan Etika, Etiket, Moral Dan Agama
1.      Perbedaan etika dan etiket
Kadang dalam kehidupan sehari-hari, batas antara etika dan etiket bisa sangat tipis. Paadahal dua terminologi tersebut sangat berbeda satu sama lain, meskipun disana sini tetap masih ada persamaan antara etika dan etiket. Persamaannya adalah bahwa etika dan etiket menyangkut tindakan dan perilaku manusia, etika dan etiket mengatur perilaku manusia secara normatif.
Sementara ini ada beberapa perbedaan pokok antara etika dan etiket:[3]
1.      Etika menyangkut cara perbuatan yang harus dilakukan oleh seorang atau kelompok tertentu. Etiket memberikan dan menunjukkan cara yang tepat dalam bertindak. Sementara itu, etika memberikan norma tentang perbuatan itu sendiri. Etika menyangkut apakah suatu perbuatan  bisa dilakukan antara ya dan tidak.
2.      Etiket hanya berlaku dalam pergaulan sosial. Jadi etiket selalu berlaku ketika ada orang lain. Sementara itu, etika tidak memperhatikan orang lain atau tidak.
3.      Etiket bersifat relatif. Dalam arti bahwa terjadi keragaman dalam menafsirkan perilaku yang sesuai denga etiket tertentu. Etika jauh lebih bersifat mutlak. Prinsip etika bisa sangat universal dan tidak bisa bisa ada proses tawar-menawar.
4.      Etiket hanya menyangkut segi lahiriah saja. Sementara etika lebih menyangkut aspek internal manusia. Dalam hal etiket, orang bisa munafik. Tetapi dalam hal dan perilaku etis, manusia tidak bisa bersifat kontradiktif.
2.      Perbedaan etika dan moral
Etika lebih condong ke arah ilmu tentang baik atau buruk. Selain itu etika lebih sering dikenal sebagai kode etik. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan atau nilai yang berkenaan dengan baik buruk.
Dua kaidah dasar moral adalah:
1.      Kaidah sikap baik. Pada dasarnya kita harus bersikap baik terhadap apa saja. Bagaimana sikap baik itu harus dinyatakan dalam bentuk yang konkret,tergantung dari apa yang baik dalam situasi konkret itu.
2.      Kaidah keadilan. Prinsip keadilan adalah kesamaan yang masih tetap mempertimbangkan kebutuhan orang lain. Kesamaan beban yang terpakai harus dipikulkan harus sama, yang tentu saja disesuaikan dengan kadar anggota masing-masing.

D.    Unsur pokok dalam etika
Wacana etika melibatkan perilaku dan sistem nilai etis yang dipunyai oleh setiap individu atau kolektif masyarakat. Oleh sebab itu, wacana etika mempunyai unsur-unsur pokok. Unsur-unsur pokok itu adalah kebebasan, tanggung jawab, hati nurani, dan prinsip-prinsip moral dasar.
Kebebasan adalah unsur pokok dan utama dalam wacana etika. Etika menjadi bersifat rasional karena etika selalu mengandaikan kebebasan. Dapat dikatakan bahwa kebebasan adalah unsur hakiki etika. Kebebasan eksistensial adalah kemampuan manusia untuk menentukan dirinya sendiri. Ini berarti bahwa kebebasan ini bersifat positif. Tentu saja, kebebasan dalam praktek hidup sehari-hari mempunyai ragam yang banyak, yaitu kebebasan jasmani-rohani, kebebasan sosial, kebebasan psikologi dan kebebasan moral.
Tanggung jawab adalah kemampuan individu untuk menjawab segala pertanyaan yang mungkin timbul dari tindakan- tindakan. Tanggung jawab berarti bahwa orang tidak boleh mengelak bila diminta penjelasan tentang perbuatannya. Tanggung jawab mengandaikan penyebab. Orang bertanggung jawab atas segala sesuatu yang disebabkan olehnya. Pertanggungjawaban adalah situasi di mana orang menjadi penyebab bebas. Kebebasan adalah syarat utama dan mutlak untuk bertanggung jawab. Ragam tanggung jawab terdiri dari tanggung jawab retrospektif dan tanggung jawab prospektif.
Hati nurani adalah penghayatan tentang nilai baik atau buruk berhubungan dengan situasi konkret. Hati nurani yang memerintahkan atau melarang suatu tindakan menurut situasi, waktu dan kondisi tertentu. Dengan demikian, hati nurani berhubungan dengan kesadaran. Kesadaran adalah kesanggupan manusia untuk mengenal dirinya sendiri dan karena itu berefleksi tentang dirinya. Hati nurani bisa sangat bersifat personal dan adipersonal. Pada dasarnya, hati nurani merupakan ungkapan dan norma yang bersifat subjektif.
Prinsip kesadaran moral adalah beberapa tataran yang perlu diketahui untuk memposisikan tindakan individu dalam kerangka nilai moral tertentu. Etika selalu memuat unsur hakiki bagi seluruh program tindakan moral. Prinsip tindakan moral mengandaikan pemahaman menyeluruh individu atas seluruh tindakan yang dilakukan sebagai seorang manusia. Seidaknya ada tiga prinsip dasar dalam kesadaran moral. Prinsip-prinsip itu adalah prinsip sikap baik kedailan dan hormat kepada diri sendiri maupun orang lain. Prnsip keadilan dan hormat pada diri sendiri merupakan syarat pelaksanaan sikap baik, sedangkan prinsip sikap baik menjadi dasar mengapa seseorang untuk bersikap adil maupun hormat.

E.     Objek etika
Objek penyelidikan etika adalah pernyataan-pernyataan moral yang merupakan perwujudan dari pandangan-pandangan dan persoalan dalam bidang moral. Jika kita kaji segala pernyataan moral, maka kita akan melihat bahwa pada dasarnya hanya ada dua macam pernyataan moral. Pertama, pernyataan tentang tindakan manusia, dan kedua, tentang manusia itu sendiri atau tentang unsur-unsur kepribadian manusia, eperti motif-motif, maksud dan watak.
Objek-objek etika adalah sebagai berikut:[4]
1.      Tindakan manusia
Manusia dinilai oleh manusia lain melalui tindakannya. Seperti tindakan yang dinilai menurut indah tidaknya. Seseorang mungkin indah jalannya, merdu nyanyiannya dan indah gerak-geriknya. Penilaian itu disbeut penilaian estetis (dari kata ‘asthetica’ filsafat keindahan).
Tindakan mungkin juga dinilai sebagai baik atau buruk. Kalau tindakan manusia dinilai atas baik buruknya, tindakan itu seakan-akan keluar dari manusia, dilakukan dengan sadar atas pilihan, dengan satu kata kunci “sengaja”. Faktor kesengajaan ini mutlak untuk penilaian baik-buruk, yang disebut dengan penilaian etis atau moral. Walaupun tidak mudah untuk memberi penentuan tentang kesengajaan ini, yang jelas ada pengetahuan (kesadaran) bahwa orang bertindak dan ada pilihan terhadap tindakan itu.
2.      Kehendak bebas
Kalau tidak ada kesengajaan, pada prinsipnya tidak ada baik-buruk. Kesengajaan ini minta adanya pilihan dan pilihan berarti adanya penentuan dari pihak manusia sendiri untuk bertindak atau tidak bertindak. Penentuan manusia bagi tindakannya itu disebut kehendak atau kemauan. Jadi, kalau hendak diadakan penilaian etis, haruslah ada kehendak yang dapat memilih atau kehendak bebas.
Muncullah persoalan yang cukup rumit berupa betulkah manusia mempunyai kehendak bebas? Dapatkah ia sungguh-sungguh memilih kalau ia melakukan tindakan? Dalam tindakannya manusia mendapat pengaruh dari luar sehingga tertentukanlah tindakannya dan tidak ada pilihan dari pihaknya. Dengan demikian, kehendak ebbas sebenarnya tidak ada. Demikian pendapat bebrapa aliran filsafat.
3.      Determinisme
Aliran yang mengingkari adanya kehendak bebas dalam filsafat disebut determinisme.Determinisme dibagi menjadi dua golongan, yaitu :
a.       Determinisme materialisme
b.      Determinisme religius
4.      Ada kehendak bebas
Terlebih dahulu harus dipahami bahwa manusia itu dalam tindakannya memang terbtas oleh kodratnya, yaiut kemanusiaan. Ia tidak dapat melampaui batas itu. Ia mempunyai sufat yang sama dengan benda alam yang bukan manusia dan terikat oleh hukum alam, seperti gravitasi, dan ia akan bertindak vegetatif dan sensitif. Jika dia memiliki sifat lainnya karena mampu berfikir, ia pun akan mentaati hukum berpikir jika ia tidak hendak tersesat dari tujuannya mencapai kebenaran.
Adapun kajian yang diutarakan di sini adalah kehendak bebas dalam arti kemapuan memilih kalau ia melakukan suatu tindakan. Biasanya kalau orang mengatakan bebasitu maksudnya ialah bebas dari sesuatu. Kita telah memperjuangkan kemerdekaan, maksudnya kita berusaha dengan segala upaya untuk mencapai kebebasan dari tindasan dan kekangan, dari penjajahan dan penghisapan dengan tujuan lebih lanjut agar terbebas dari kemiskinan dan kemelaratan. Inilah segi negatif kebebasan. Akan tetapi, kebebasan juga mengandung arti segi positif karena dalam perjuangan memperoleh kemerdekaan itu kita hendak mengatur negara kita sendiri seperti yang kita kehendaki, hendak mencapai kesejahteraan kita menurut kemauan kita sendiri, hendak melaksanakan pendidikan terhadap anak kita menurut kemauan kita juga. Maka disini adalah kebebasan untuk melakukan tindakan, dalam ‘kebebasan’ untuk ini ternyata terdapat pilihan.
5.      Gejala-gejala tindakan
Tidak hanya dalam kehidupan sehari-hari, dalam ilmu psikologi juga dibedakan adanya tindakan yang sengaja dan tindakan sengaja. Walaupun tidak selalu dapat menunjuk batas-batasnya, tetapi kerapkali kita dapat membedakan benar tindakan kita yang sengaja dari yang tidak sengaja itu.
6.      Penentuan istimewa
Jika dikatan bahwa ada kehendak bebas pada manusia artinya manusia dapat menetukan tindakannya, yaitu ia dapat memilih. Adanya kehendak bebas ini tentu saja tidak mengurangi kemahakuasaan Tuhan. Manusia memang terbatas, tetapi keterbatsannya itu justru yang mengistimewakannya. Ia melebihi makhluk lain di dunia sebab ada penentuan istimewa, yaitu bahwa ia dapat memilih.











BAB III
KESIMPULAN
A.    KESIMPULAN
1.         Etika secara lebih detail merupakan ilmu yang membahas tentang moralitas atau tentang manusia sejauh berkaitan dengan moral.
2.         Etika dan filsafat dapat dipahami bahwa istilah yang digunakan untuk memberikan batasan terhadap aktifitas manusia dengan nilai ketentuan baik atau buruk.
3.         Etika filsafat dapat didefinisikan sebagai refleksi kritis, metodis dan sistematis tentang tingkah laku manusia dari sudut norma-norma susila atau dari sudut baik atau buruk. Dari sudut pandang normatif, etika filsafat merupakan wacana yang khas bagi perilaku kehidupan manusia, dibandingkan dengan ilmu lain yang juga membahas tingkah laku manusia

B.     SARAN
Dalam pembuatan makalah ini banyak literatur buku yang kami ambilkan tetapi banyak hal yang tidak dapat kami paparkan secara mendetail, dan diharapkan dari dosen serta rekan mahasiswa dapat memberikan sanggahan berupa pendapat yang membangun agar menjadikan perbaikan bagi makalah kami yang lebih baik lagi. Dan semoga makalah ini dapat digunakan sebaik-baiknya serta menjadi bahan bacaan serta sebuah acuan referensi bagi para pembaca.









DAFTAR PUSTAKA

Susanto Ahmad. 2016. Filsafat Ilmu. Jakarta: Pt Bumi Aksara
Darji, Darmodiharjo Dkk. 2004. Pokok-Pokok Filsafat Hukum. Jakarta: Gramedia
Mufid Muhammad, 2009,  Etika Dan Filsafat Komunikasi, Jakarta:Kencana Prenada Media Group
Poedjawijatna, 2002, Pembimbing Ke Arah Alam Filsafat, Jakarta:Rineka Cipta
Wiramihardja, S. 2006. Pengantar Filsafat. Bandung: Pt. Refika Aditama




[1] Darji, Darmodiharjo dan shidarta, Pokok-Pokok  Filsafat Hukum, (Jakarta:Gramedia, 2004),  Hlm 263
[2]Wiramiharja, Pengantar Filsafat, (Bandung: Pt. Refika Aditama,  2006), Hlm 158
[3]Ibid, hlm 257
[4]Poedjawijatna,  Pembimbing ke arah Alam Filsafat, (Jakarta : Rineka putra,  2002), hlm 13

Tidak ada komentar:

Posting Komentar