Jumat, 20 Juli 2018

Makalah Jinayah dan Jarimah



MAKALAH
Jinayah dan Jarimah


 








Disusun oleh:
Rudi iskandar (14140064)

Dosen Pembimbing
Dra. Hj. Imaning Y, M.Hu

JURUSAN AKHWAL SYAKHSIYAH  FAKULTAS SYARI’AH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) RADEN FATAH
PALEMBANG
2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulis diberi kesempatan dan waktu untuk menyelesaikan penulisan makalah ini yang berjudul “Jinayah dan jarimah”.Makalah ini disusun dengan tujuan sebagai salah satu syarat untuk mengikuti mata kuliah Fiqih Jinayah. Penulis berharap semoga makalah ini  dapat bermanfaat bagi pembaca umumnya dan dapat dijadikan sebagai salah satu referensi tambahan dalam pembelajaran serta menambah wawasan pengetahuan yang lebih bagi pembaca tentang Jinayah dan Jarimah.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada teman-teman dan pihak tertentu, karena dalam penyusunan makalah ini penulis tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan dari teman-teman serta semua pihak tertentu. Semoga Allah berkenan membalas budi bagi semua pihak yang telah memberikan bantuan, petunjuk dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan penyusunan makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, mengingat keterbatasan dan pengetahuan penulis. Oleh sebab itu, dengan terbuka dan senang hati penulis menerima kritik dan saran dari semua pihak.
Akhir kata penyusun mengharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Palembang,  21 Maret 2016


Penyusun




Daftar Isi

Kata pengantar.................................................................................................................... I
Daftar isi         ................................................................................................................... II
Pendahuluan   ................................................................................................................... III
Pembahasan    .................................................................................................................... 1
A.    Pengertian dan dasar hokum jinayah dan jarimah................................................... 1
B.     Macam – macam jinayah dan hikmah...................................................................... 4
C.     Macam – macam jinayah dan jarimah ..................................................................... 6
D.    Hubungan jinayah dan jarimah terhadap larangan Syara’....................................... 7
E.     Hikmah jinayah dan jarimah dan dampaknya terhadap kehidupan bermasyarakat. 8
Penutup           ................................................................................................................... 10
Daftar pustaka .................................................................................................................. 11


















PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang
Islam merupakan suatu ajaran yang memiliki aturan dan hukum yang sangat kompleks meliputi seluruh yang berkaitan dengan kehidupan manusia di muka bumi ini. Allah Swt sebagai pembuat hukum menghendaki hambaNya untuk senantiasa menyembah kepadaNya.
Hukum dalam Islam dapat berlaku dalam segala persoalan hidup sesuai dengan hubungannya dengan persoalan yang terjadi, baik itu mengenai ibadah, muamalah maupun dalam beramal sosial.
Di dalam Islam juga ditentukan segala perbuatan yang baik dan dibolehkan syara’ untuk dilakukan dan yang tidak boleh (dilarang). Maka segala perbuatan yang baik akan mendapat balasan pahala, sedangkan untuk perbuatan yang dilarang jika dilakukan akan mendapatkan sanksi syara’. Begitulah keadilan yang Allah ciptakan sebagai pembuat hukum tunggal.
            Dalam makalah ini, akan penulis jelaskan Bagaimana konsep jinayah dan  jarimah yang dalam bahasa indonesia disebut hukum tindak pidana.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa definisi Jinayah dan jarimah beserta dasar hukumnya ?
2.      Apa macam-macam Jinayah dan jarimah dan hikmahnya ?
3.      Bagaimana hubungan Jinayah dan jarimah dengan larangan syara’ ?

C.    Tujuan
1.      Memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah Fiqih Jinayah
2.      Memahami dan mampu menjelaskan tentang konsep Jinayah dan Jarimah
3.      Mampu mengamalkan Jinayah dan Jarimah dalam kehidupan sehari-hari dengan baik dan benar



PEMBAHASAN

A.    Pengertian dan Dasar Hukum Jinayah dan Jarimah
1.      Pengertian Jinayah dan Jarimah
Secara etimologis jinayah berasal dari kata جَنَى – يَجْنِى – جِنْيا جِنَايَةُ yang berarti أَذذ نْبِ (berbuat dosa), تَنَا وَلُ (menggapai atau memetik dan mengumpulkan).[1] Jinayat bentuk jamak dari Jinayah, diambil dari kata jana-yajni جَنَ- يَجْنِ, artinya mengambil. Misalnya dikatakan; jana ats-tsimar (mengambil buah), jika dia memetik buah dari pohon. Dikatakan juga; jana ‘ala qaumihi jinayatan. Maksudnya melakukan tindak kejahatan yang dikenai sanksi hukum.[2]
Menurut terminologi jinayah adalah setiap perbuatan yang dilarang. Perbuatan yang dilarang adalah setiap perbuatan yang dicegah dan ditolak oleh syariat, lantaran mengandung bahaya terhadap agama, jiwa, akal, kehormatan, atau harta.[3]
Pengertian dari istilah Jinayah mengarah kepada hasil perbuatan seseorang. Di kalangan fuqaha’, perkataan Jinayah berarti perbuatan-perbuatan yang terlarang menurut syara’. Fuqaha menggunakan istilah itu hanya untuk perbutan-perbuatan yang mengancam keselamatn jiwa, seperti pemukulan dan pembunuhan.[4]

Pengertian Jinayah dibagi ke dalam dua jenis pengertian, yaitu:
a.       Pengertian Luas
Jinayah merupakan perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara’ dan dapat mengakibatkan hukuman had atau ta’zir.
b.      Pengertian Sempit
Jinayah merupakan perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara’ dan dapat menimbulkan hukuman had bukan ta’zir.[5]
Abdul Qadir ‘Audah mendefinisikan Jinayah yaitu suatu nama (istilah) untuk perbuatan yang dilarng oleh Syara’, baik perbuatan tersebut mengenai jiwa, atau harta, atau lainnya.[6]
Fiqh Jinayah berbicara tentang bentuk-bentuk tindak kejahatan yang dilarang Allah untuk  manusia melakukannya dan jika dilakukan maka ia berdosa kepada Allah dan akibat dari dosa itu akan dirasakan azab Allah di akhirat. Dalam rangka mempertakut manusia melakukan kejahatan yang dilarang Allah itu, Allah menetapkan sanksi atau ancaman hukuman atas setiap pelanggaran terhadap larangan Allah itu. Sanksi hukuman itu dalam bahasa fiqh disebut ‘uqubat. Dengan bahasa tentang jinayat diiringi dengan bahasan tentang ‘uqubat. Dalam istilah umum biasa dirangkum dalam “hukum pidana.”[7]
2.      Pengertian Jarimah
            Jarimah (tindak pidana) didefinisikan oleh Imam Al-Mawardi adalah segala larangan syara’ (melakukan hal-hal yang dilarang dan atau meninggalkan hal-hal yang diwajibkan) yang diancam dengan hukum had atau ta’zir.[8]
            Jarimah (kriminal, kejahatan, pidana) dalam terminoogi fiqh Islam disebut jinayat dalam arti dan pengertian khusus.  Menurut sebagian pakar hukum jarimah adalah setiap perbutatan yang dialarang oleh undang-undang dan ada sanksi hukum yang ditetapkan untuknya.[9]
Dari definsi diatas jelaslah pada dasarnya pengertian jinayah dan jarimah yaitu perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan Syara’,  baik perbuatan itu sasarannya agama, akal, kehormatan maupun harta yang akan dikenakan sanksi syara’ bagi pelakunya.
3.      Dasar Hukum Jinayah dan Jarimah
Dalam Al-Quran terdapat ayat-ayat yang sangat berkaitan erat dengan hukum tindak pidana. Diantaranya :
 وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ ﴿١٧٩﴾

Artinya : “Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, Hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah : 179)[10]

وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَـٰهًا آخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ ۚ وَمَن يَفْعَلْ ذَ‌ٰلِكَ يَلْقَ أَثَامًا ﴿٦٨﴾

Artinya : Dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya) (QS. Furqan : 68)[11]

وَأَنِ احْكُم بَيْنَهُم بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَن يَفْتِنُوكَ عَن بَعْضِ مَا أَنزَلَ اللَّهُ إِلَيْكَ ۖ فَإِن تَوَلَّوْا فَاعْلَمْ أَنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ أَن يُصِيبَهُم بِبَعْضِ ذُنُوبِهِمْ ۗ وَإِنَّ كَثِيرًا مِّنَ النَّاسِ لَفَاسِقُونَ ﴿٤٩﴾

Artinya : “Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), Maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. (QS. Al-Maidah : 49)[12]


Dari ayat-ayat diatas tergambar dengan jelas perintah Allah untuk melaksanakan hukum pidana syariat Islam. Sesuai dengan apa yang diturunkan oleh  Allah kepada Nabi Muhammad melalui Alquran. Sebaliknya Allah melarang untuk menetapkan hukum berdasarkan hawa nafsu yang isinya bertentangan dengan ketetntuan yang telah digariskan oleh Allah. [13]
Sedangkan dalam hadist Rasulullah :

قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَحْلِفُ عَلَى يَمِينِ صَبْرٍ يَقْتَطِعُ مَالًا وَهُوَ فِيهَا فَاجِرٌ إِلَّا لَقِيَ اللَّهَ وَهُوَ عَلَيْهِ غَضْبَانُ فَأَنْزَلَ اللَّهُ
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda; Tidaklah seseorang bersumpah dusta dengan tujuan merampas harta orang lain dan dia bertindak zhalim dengan sumpahnya itu, kecuali ia akan bertemu Allah dan Allah dalam keadaan murka terhadapnya,”(HR. Bukhari muslim)[14]

B.     Macam-Macam Jinayah dan Hikmahnya
Para ulama mengelompokkan Jinayah itu dengan melihat kepada sanksi hukuman apa yang ditetapkan, kepada tiga kelompok[15]:
a.          Qishash-diyat, yaitu tindak kejahatan yang sanksi hukuman nya adalah balasan  (qishash) dan denda darah (diyat). Yang termasuk dalam kelompok ini adalah pembunuhan, pelukaan dan penghilangan bagian/anggota tubuh.
b.         Hudud, yaitu kejahatan atau Jinayah yang sanksi hukumannya ditetapkan sendiri secara pasti oleh Allah. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah pencurian, perampokan, perzinaan, tuduhan zina tanpa bukti, minum-minuman keras, pemberontakan dan murtad.
c.          Ta’zir, yaitu kejahatan lain yang tidak diancam dengan qishash-diyat dan tidak pula dengan hudud. Dalam hal ini ancamannya ditetapkan oleh penguasa atau negara.

Zuhaili mengatakan bahwa hukuman dalam Islam terdiri dari dua yaitu huduud (hukuman hadd) dan hukuman ta’zir. Adapun hukuman hadd jumlahnya sangat terbatas, yaitu hanya ada lima macam menurut ulama Hanafiyah, yaitu hukuman hadd zina, hukuman hadd qadzaf, pencurian, menenggak khamr, dan mabuk karena minuman keras. Mereka tidak memasukkan hukuman qishash sebagai hadd karena hukuman qishash diberlakukan demi menjaga dan memenuhi hak hamba atau manusia atau didalamnya hak manusia lebih dominan daripada hak Allah SWT.[16]
Sedangkan menurut jumhur ulama selain Hanafiyah hukuman hadd ada tujuh macam yaitu : hadd zina, qadzaf, pencurian, hiraabah, pennggak minuman keras mencakup khamar dan segala minuman yang memabukkan, dan qishash dan terakhir hukuman hadd murtad. Pembagian ini berdasarkana pertimbangan bahwa hukuman hadd adalah hukuman yang terlah ditentukan Allah sehingga tidak boleh seorangpun melanggarnya.[17]
Yang kedua menurut Wahbah Zuhaili yaitu hukuman ta’zir, dimana syara’ memasrahkan pemberian hukuman kepada kebijakan negara sesuai dengan tingkat  kejahatan yang dilakukan dengan memperhatikan keadaan, waktu, dan ruang seseorang yang bersangkutan dan perkembangan yang ada. Sehingga hal itu bisaberbeda-beda sesuai tingkat kemajuan zaman dan peradaban masyarakat suatu negara. [18]
Diantara ulama mengelompokkan Jinayah itu dengan melihat kepada hak siapa yang terlanggar dalam kejahatan itu. Pengelompokkan ini berkaitan dengan boleh atau tidaknya pelaku kejahatan itu dimaafkan. Dalam hal ini ulama membagi hak yang terlanggar dalam kejahatan itu kepada empat, yaitu:
1)        Kejahatan yang melanggar hak hamba secara murni yaitu pembunuhan, pelukaan dan penghilangan bagian tubuh, yang termasuk dalam kelompok qisas-diyat tersebut diatas. Dalam hal ini pelaksanaan ancaman sepenuhnya diserahkan kepada korban kejahatan atau keluarganya. Ia dapat menuuntut untuk dilaksanakan atau memaafkannya dari pelaksanaan hukuman.
2)        Kejahatan yang melanggar hak Allah atau kepentingan umum (publik) secara murni yaitu perzinaan, minuman keras, murtad, perampokan, makar dan murtad. Dalam hal ini maaf yang diberikan pihak korban tidak mempengaruhi terhadap pelaksanaan hukuman.
3)        Kejahatan yang melanggar hak hamba yang berbaur dengan hak Allah, namun hak hamba lebih dominan. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah tuduhan zina tanpa bukti. Menurut pendapat sebagian ulama ancaman hukuman dapat dihindarkan bila ada maaf dari pihak korban yang dituduh berzina.
4)        Kejahatan yang melanggar hak Allah yang berbaur dengan hak hamba, yang hak Allah lebih dominan. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah pencurian. Menurut pendapat sebagian ulam korban pencurian dapat memaafkan kejahatan ini selama kasusnya belum masuk di pengadilan.[19]
            Adapun hikmah dari jinayah ini adalah untuk menjaga dan melindungi hak masyarakat yaitu untuk mendisiplinkan (ta’diib) dan memberi efek jera supaya tidak melakukan hal yang menimbulkan mudharat bagi masyarakat, demi menciptakan keamanan, ketentraman dan stabilitas menjaga hak-hak kehidupan yang harus dilindungi dan dihormati, serta menjaga dan melindungi kehormatan jiwa, akal dan harta benda.[20]
            Seperti pada hukuman hadd, ia bersifat keras yang dapapt bermanfaat untuk mencegah dan mengatasi secara efektif dibandingkan dengan ta’zir (misalnya dipenjara dan pukulan ringan) .[21]

C.    Macam-Macam Jinayah dan Jarimah
1.      Jarimah Hudud
            Jarimah hudud merupakan jarimah yang hukumnya langsung ditetapkan dalam Al-Quran berupa hadd, meliputi pembunuhan dan pelukaan, zina, qadzaf (menuduh zina), pencurian, perampokan, pemberontakan, dan murtad. Ciri khas dari jarimah hudud:[22]
a.      Hukumannya tertentu dan terbatas, dalam artian bahwa hukumannya telah ditentukan oleh syara’ dan tidak ada batas maksimal dan minimal.
b.      Hukuman tersebut merupakan hak Allah semata-mata.
2.      Jarimah Qishash atau Diyat
            Qishash maupun diyat keduanya adalah hukuman yang sudah ditentukan syara’ dan merupakan hak individu. Ciri khas jarimah qishash dan diyat :[23]
1.      Hukumannya sudah tertentu dan terbatas, dalam arti sudah ditentukan syara’ dan tidak ada batas maksimal dan minimal.
2.       Hukuman tersebut merupakan hak perseorangan (individu), dalam arti bahwa korban atau keluarganya berhak memberikan pengampunan terhadap pelaku.
Jarimah qishash dan diyat  meliputi :
1)      Pembunuhan sengaja (al-qotlul‘amdu)
2)      Pembunuhan menyerupai sengaja (al-qotlu syibhul’amdi)
3)      Pembunuhan karena kesalahan (al-qotlul khotho-u)
4)      Penganiayaan sengaja (al-jar’hul ‘amdu)
5)         Penganiayaan tidak sengaja (al-jar’hul khotho-u)
3.      Jarimah Ta’zir
            Jarimah ta’zir merupakan jarimah-jarimah yang jenisnya disebutkan dalam Al-Quran secara rinci, tetapi hukumannya  sama sekali tidak disebutkan. Menurut Ahmad Wardi Muslich, jenis-jenis jarimah ta’zir berdasarkan yang disebutkan dalam Al-Quran ada 30, beberapa diantaranya sihir, mengambil harta orang lain secara tidak sah, bunuh diri, melanggar sumpah, persaksian palsu, dan lain sebagainya. Jarimah ta’zir dibagi tiga yaitu;
1)        Jarimah Hudud atau Qishash/diyat yang subhat atau tidak memenuhi syarat, namun sudah merupakan maksiat. Contohnya percobaan pencurian, percobaan pembunuhan, pencurian dikalangan keluarga, dan pencurian aliran listrik.
2)        Jarimah-jarimah yang ditentukan oleh Al-qur’an dan Hadis, namun tidak ditentukan sanksinya. Contohnya penghinaan, saksi palsu, tidak melaksanakan amanah, dan meghina agama.
3)        Jarimah-jarimah yang ditentukan oleh Ulul Amri untuk kemaslahatan umum. Dalam hal ini, ajaran Islam dijadikan pertimbangan penentuan kemaslahatan umum.[24]

D.    Hubungan Jinayah dan Jarimah terhadap Larangan Syara’
Konsep jinayah berkaitan erat dengan masalah larangan karena setiap perbuatan yang terangkum dalam jinayah merupakan perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara’. Larangan ini timbul karena mengancam sendi-sendi kehidupan masyarakat. Maka dengan adanya larangan keberadaan dan kelangsungan hidup masyarakat dapat terjaga dan terpelihara.[25]
Islam sebagaimana yang kita ketahui, memiliki aturan yang adil termasuk dalam penetapan sanksi (hukuman) tindak pidana yang dilakukan. Seperti hudud yang disebut sebagai sanksi yang keras. Namun menurut penulis, seseorang muslim yang melakukan tindak pidana, dapat terbebas dari azab yang pedih (hadd) jika mereka bertaubat dengan sebenar taubat serta minta ampun kepada Allah SWT. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang.[26]

E.     Hikmah Jinayah dan Jarimah dan Dampaknya terhadap Kehidupan Bermasyarakat
Adanya hukum pidana Islam merupakan suatu bentuk pemeliharaan yang telah ditetapkan Allah SWT, karena Allah lah pembuat hukum yang mutlak. Adapun unsur yang dipelihara tersebut meliputi :
1.      Pemeliharaan jiwa dimana didalam hukum Islam, wajib memelihara hak manusia untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya. Untuk itu hukum Islam melarang pembunuhan sebagai upaya menghilangkan jiwa manusia dan melindungi berbagai sarana yang dipergunakan oleh manusia dan mempertahankan kemaslahatan hidupnya..[27]
2.      Akal merupakan sumber hikmah (pengetahuan), sinar hidayah, cahaya matahari, dan media kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat. Dengan akal, surat perintah dari Allah disampaikan, dengannya pula manusia berhak pemimpin di muka bumi, dan dengannya manusia menjadi sempurna, mulia, dan berbeda dengan makhluk lainnya. Maka seorang muslim senantiasa bisa menjaga dan memelihara fungsi akalnya dari segala yang dapat merusak fungsinya dalam berfikir rasional.[28]
3.      perlindungan untuk harta yang dimiliki seseorang dimana ia berhak untuk dijaga dari para musuhnya, baik dari tindak pencurian, perampasan, atau tindakan lain memakan harta orang lain (baik dilakukan kaum muslimin atau non muslim ) dengan cara yang batil, seperti merampok, menipu, atau memonopoli.
Selain itu, adanya jnayah dan jarimah juga memiliki hikmah untuk melindungi dan tidak menganiaya harta serta mengambilnya dengan cara yang batil :[29]
Jadi dapat disimpulkan bahwa Islam merupakan agama yang memenuhi segala kepentingan kehidupan bermasyarakat. Dengan adanya hukum pidana Islam, akan membuat ketentraman dalam menjalani kehidupan bermasyarakat, terpeliharanya hak-hak individu baik dalam agama, akal, jiwa dan harta. Pemberian hukuman yang diharapkan mampu menakuti seorang muslim untuk melakukan jarimah sehingga dapat mencegah rusaknya sistem kehidupan bermasyarakat. Bagi para pelaku, hal ini diharapkan mampu membuat jera dalam melakukan jarimah.




             













PENUTUP

A.    Kesimpulan
            Jinayah adalah setiap perbuatan yang dilarang. Perbuatan yang dilarang adalah setiap perbuatan yang dicegah dan ditolak oleh syariat, lantaran mengandung bahaya terhadap agama, jiwa, akal, kehormatan, atau harta.
            Jarimah (tindak pidana kriminal) adalah segala larangan syara’ melakukan hal-hal yang dilarang dan atau meninggalkan hal-hal yang diwajibkan) yang diancam dengan hukum hadd atau ta’zir.
                        Adapun bentuk-bentuk jinayah adalah Qishash-diyat, yaitu tindak kejahatan yang sanksi hukumannya adalah balasan  (Qishash) dan denda darah (diyat), Hudud, yaitu kejahatan atau Jinayah yang sanksi hukumannya ditetapkan sendiri secara pasti oleh Allah atau Nabi, Ta’zir, yaitu hukuman yang ditetapkan kepada negara atau pemerintah. Bentuk-bentuk jarimah yaitu jarimah hudud, jarimah qishash dan diat, dan jarimah ta’zir. Hubungan jinayah dan jarimah dengan larangan syara’ yaitu jinayah dan jarimah merupakan suatu bentuk tindakan mukallaf yang melanggar syara’ baik melakukan perbuatan yang dilarang maupun meninggalkan perbuatan yang diwajibkan. Adanya hukum pidana islam ini akan menjadikan kehidupan masyarakat terpelihara dari segala kekacauan yang dapat merusak sendi-sendi kehidupan baik terhadap akal, jiwa, maupun harta.
B.    Saran
Dari makalah yang telah dbuat ini, penulis menyarankan kepada mahasiswa khususnya dan masyarakat umumnya untuk dapat menjadikan makalah ini sebgai salah satu sumber bacaan guna memahami materi hukum pidana Islam. Sehingga nantinya masyarakat dapat mengetahui ilmu tentang materi terkait yang dapat diamalkan dalam kehidupan bermasyarakat.






Daftar Pustaka

Irfan, M. Nurul, Korupsi dalam Hukum Pidana Islam, Jakarta: 2011, Amzah
Sabiq,Sayyid, Fikih Sunnah, Jakarta :2012, Cakrawala Publishing
Zuhaili,Wahbah, Fiqh Islam Wa Adillatuhu Jilid 7. (Jakarta : Darul Fikr, 2012 )
A.Djazuli, Fiqh Jinayah, Jakarta:1996, PT. Raja Grafindo  Persada
Wardi Muslich, Ahmad, hukum Pidan Menurut Al-qur’an, Jakarta: 2007, Diadit Media
Syarifuddin, Amir, Garis-Garis Besar Fiqh, Jakarta: 2003,  Kencana Prenada Media Group
Departemen Agama RI. Alquran Dan Terjemahannya. (Surabaya : Mega Jaya Abadi, 2007)
Muslimin, Ashabul, e-book kompilasi kitab hadist bukhari muslim (Bekasi : 2011)
Al-Qordhowi, Yusuf,” Fiqih Maqasid  Syariah”, ( Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2006)
Husain Jauhar , Ahmad Al-mursi, Maqashid Syariah ( Jakarta : AMZAH, 2009)


[1]. M. Nurul Irfan, Korupsi dalam Hukum Pidana Islam, Jakarta: 2011, Amzah, hlm. 67   
[2] Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, Jakarta :2012, Cakrawala Publishing, hlm. 378
[3]ibid
[4] Wahbah Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu Jilid 7. (Jakarta : Darul Fikr, 2012 ) hal 348
[5]. A. Djazuli, Fiqh Jinayah, Jakarta:1996, PT. Raja Grafindo  Persada, hlm. 1-2
[6]. Ahmad Wardi Muslich, hukum Pidan Menurut Al-qur’an, Jakarta: 2007, Diadit Media, hlm. 24
[7] Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, Jakarta: 2003,  Kencana Prenada Media Group, hlm. 254
[8] Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam-Fikih Jinayah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hlm. 22
[9] Wahbh zuhaili, ibid, 248
[10] Departemen Agama RI. Alquran Dan Terjemahannya. (Surabaya : Mega Jaya Abadi, 2007)  hlm. 29
[11] Ibid,  hlm. 292
[12] Ibid,  hlm. 92
[13] Ahmad Wardi Muslich. Hukum Pidana dalam Al-Quran. ()Jakarta, Diadit Media:2007) hlm. 4
[14] Ashabul Muslimin, e-book kompilasi kitab hadist bukhari muslim (Bekasi : 2011)
[15] A. Djazuli, Ibid, hlm. 13
[16] Wahbah Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu jilid7. (Jakarta :Darul Fikr), 2012  hal 257
[17]  Ibid, 258
[18] Ibid 259
[19] Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, (Jakarta: 2003,  Kencana Prenada Media Group, hlm. 256-257
[20] Ibid,  hlm. 256
[21] Wahbah  Zuhaili, ibid  hlm. 279
[22].A. Djazuli, Fiqh Jinayah, ( Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 19970, hlm. 13
[23]  Ahmad Wardi Muslich, ibid  hlm. 150
[24]. A. Djazuli, Fiqh Jinayah,  (Jakarta: 1996,  PT. Raja Grafindo Persada) , hlm. 13
[25] Ibid, hlm 4
[26] Terjemahan  Surat Al-Maidah  ayat 5 dalam Al-Quran danTerjemahan,
[27] Yusuf Al-Qordhowi,” Fiqih Maqasid  Syariah”, ( Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2006)  hlm.13.
[28] Ibid,  
[29] Ahmad Al-mursi Husain Jauhar, Maqashid Syariah ( Jakarta : AMZAH, 2009) hlm. 191

Tidak ada komentar:

Posting Komentar