Jumat, 20 Juli 2018

Makalah Puasa




MAKALAH
PUASA  (صوم)
 



Di susun oleh : Rudi iskandar (14140064)

Dosen Pembimbing
Dr. Drs. H. Marsaid, MA



JURUSAN AKHWAL SYAKHSIAH, FAKULTAS SYARI’AH, UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG
TAHUN AJARAN : 2015/2016





KATA PENGATAR

بسم الله الرحمن الرحيم
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Selawat serta salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah SAW. Saya bersyukur bisa menyelesaikan makalah ini yang berjudul Puasa di dalam mata kuliah kami ambil yaitu Hadits Ahkam I.
Dengan datang makalah ini di harapkan para mahasiswa dapat memahami secara mendalam tentang hal-hal yang berkaitan denga materi yang di kaji dalam makalah ini dengan judul “Puasa” antara lain agar  mahasiswa memiliki pengetahui dari makalah ini .


Palembang ,25 September, 2015





Penulis













DAFTAR ISI

Kata Pengantar ..................................................................................................................... I
Pendahuluan   ....................................................................................................................... II
Pembahasan    ....................................................................................................................... III
A.    Pengertian puasa ....................................................................................................... 1
B.     Dasar hukum Puasa ................................................................................................... 1
C.     Berpuasa Ramadhan karena melihat Hilal................................................................. 6
D.    Boleh memilih untuk berpuasa atau berbuka ketika sedang safar ............................ 7
E.     Puasa yang di anjurkan oleh Rasulullah .................................................................... 10
Penutup           ....................................................................................................................... 14
Daftar isi         ....................................................................................................................... 15



















PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Puasa merupakan amalan-amalan ibadah yang tidak hanya oleh umat sekarang tetapi juga dijalankan pada masa umat-umat terdahulu.bagi orang yang beriman ibadah puasa merupakan salah satu sarana penting untuk mencapai takwa, dan salah satu sebab untuk mendapatkan ampunan dosa-dosa, pelipat gandaan pahala kebaikan, dan pengangkatan derajat. Allah telah menjadikan ibadah puasa khusus untuk diri-Nya diantara amal-amal ibadah lainnya. Puasa difungsikan sebagai benteng yang kukuh yang dapat menjaga manusia dari bujuk rayu setan. Dengan puasa syahwat yang bersemayam dalam diri manusia akan terkekang sehingga manusia tidak lagi menjadi budak nafsu tetapi manusia akan menjadi majikannya.
Allah memerintahkan puasa bukan tanpa sebab. Karena segala sesuatu yang diciptakan tidak ada yang sia-sia dan segala sesuatu yang diperintahkan-Nya pasti demi kebaikan hambanya. Kalau kita mengamati lebih lanjut ibadah puasa mempunyai manfaat yang sangat besar karena puasa tidak hanya bermanfaat dari segi rohani tetapi juga dalam segi lahiri. Barang siapa yang melakukannya dengan ikhlas dan sesuai dengan aturan maka akan diberi ganjaran yang besar oleh allah.

B.     Rumusan Masalah
1.         Apa pengertian puasa?
2.         Bagaimana menentukan bulan Ramadhan ?

C.     Tujuan Penulisan
Makalah ini disusun untuk memberikan pedoman bagi kita umat islam dalam menjalankan ibadah khususnya ibadah puasa.







PEMBAHASAN

A.    Pengertian Puasa
Puasa adalah terjemahan dari Ash-Shiyam. Menurut istilah bahasa berarti menahan diri dari sesuatu dalam pengertian tidak terbatas. Arti ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Maryam ayat 26:
إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمنِ صَوْمًا.
“sesungguhnya aku bernazar shaum ( bernazar menahan diri dan berbiacara ).”
“Saumu” (puasa), menurut bahasa Arab adalah “menahan dari segala sesuatu”, seperti makan, minum, nafsu, menahan berbicara yang tidak bermanfaat dan sebagainya. Menurut istilah agama Islam yaitu “menahan diri dari sesuatu yang membatalkannya, satu hari lamanya, mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari dengan niat dan beberapa syarat.” Menahan diri dari berbicara dahulu disyariatkan dalam agama Bani Israil. Menurut Syara’ (istilah agama Islam) arti puasa adalah sebagaimana tersebut dalam kitab Subulus Salam. Yaitu :

اَلْإِمْسَاكُ عَنِ اْلأَكْلِ وَالشُّرْبِ وَالْجِمَاعِ وَغَيْرِهَا مِمَّا وَرَدَ بِهِ٬ فيِ النَّهَارِ عَلَي الْوَجْهِ الْمَشْرُوْعِ٬ وَيَتْبَعُ ذلِكَ الْإِمْسَاكُ عَنِ الَّلغْوِ وَالرَّفَثِ وَغَيْرِهَا مِنَ الْكَلَامِ الْمُحَرَّمِ وَالْمَكْرُوْهِ فِي وَقْتٍ مَخْصُوْصٍ٬ بِشَرَا ئِطَ مَخْصُوْصَةٍ۰
“Menahan diri dari makan, minum, jima’ (hubungan seksual) dan lain-lain yang diperintahkan sepanjang hari menurut cara yang disyariatkan, dan disertai pula menahan diri dari perkataan sia-sia, perkataan yang diharamkan pada waktu-waktu tertentu dan menurut syarat-syarat yang ditetapkan.

B.     Dasar Hukum Puasa

1.      Puasa Wajib
Puasa wajib artinya puasa yang dikerjakan mendapat pahala, jika tidak dikerjakan mendapat dosa.
Adapun macam-macam puasa wajib adalah :
a.        Puasa Ramadhan
Puasa ramadhan ialah puasa yang dilaksanakan pada bulan ramadhan. Hukum melaksanakan puasa ramadhan adalah wajib bagi setiap orang yang telah memenuhi syarat wajibnya.
                 Firman Allah Swt.
يَا أَيُّهَا الَّذِ يْنَ ءَامَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ  (البقرة:183) 
                     Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (Q.S. Al Baqarah [2] : 183).

b.      Puasa Kifarat
Puasa kifarat yaitu puasa sebagai denda terhadap orang yang bersetubuh pada saat berpuasa (pada siang hari ) bulan ramadhan. Adapun denda (kifarat) bagi yang bersetubuh di siang hari bulan ramadhan yaitu :
a)      puasa dua bulan berturut-turut, atau
b)      memerdekakan seorang budak muslim, atau
c)      memberi makan orang miskin sebanyak 60 (enam puluh) orang.

c.       Puasa Nazar
Puasa nazar ialah puasa yang dilakukan karena pernah berjanji untuk berpuasa jika keinginannya tercapai. Misalnya seorang siswa bernazar: “jika saya mendapat rangking pertama maka saya akan puasa dua hari”. Jika keinginannya tersebut tercapai maka puasa yang telah dijanjikan (dinazarkannya) harus (wajib) dilaksanakan. Hukum nazar sendiri adalah mubah tetapi pelaksanaan nazarnya jika hal yang baik wajib dilaksanakan, tetapi jika nazarnya jelak tidak boleh dilaksanakan, misalnya jika tercapai keinginannya tadi akan memukul temannya maka memukul temannya tidak boleh dilaksanakan.

2.      Puasa Sunah
Puasa sunah adalah puasa yang boleh dikerjakan dan boleh tidak, puasa sunah sering disebut dengan puasa Tathawu’ artinya apabila dilakukan mendapat pahala dan apabila tidak dilakukan tidak berdosa. Ada beberapa  macam puasa sunah yang waktu pelaksanaannya berbeda-beda, antara lain;
a.       Puasa Syawal, Yang dimaksud dengan puasa Syawal adalah puasa enam hari di bulan Syawal setelah tanggal 1 di bulan Syawal, yang pelaksanaannya boleh secara berturut-turut dan boleh selang-seling yang penting sejumlah enam hari.
Nabi Muhammad saw. bersabda ;

عَنْ اَبِي اَيُّوْبِ اْلأَ نْصَارِيْ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ  أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ صَامَ رَمَضَانَ   ثُمَّ أَتَّبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامُ الدَّ هْرِ  (رواه مسلم)
Artinya : “Diriwayatkan dari Abu Ayyub Al Anshari r.a. bahwa Rasulullah SAW. pernah bersabda: Barang siapa berpuasa Ramadhan, lalu disusul  dengan berpuasa 6 (enam) hari di bulan Syawal, maka ( pahalanya ) bagaikan puasa setahun penuh.” ( H.R Muslim)

b.      Puasa hari Arafah, Puasa sunah hari arafah adalah puasa sunah yang pelaksanaannya dilakukan pada tanggal 9 Dzuhijjah. Puasa sunah hari arafah dapat menghapus dosa selama 2 (dua) tahun,  yakni setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.
Nabi Muhammad saw. bersabda ;

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ: أَحْتَسِبُ عَلَى اللهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ . . . (رواه مسلم)
Artinya : “ Puasa hari Arafah itu dihitung oleh Allah dapat menghapus ( dosa ) dua tahun, satu tahun yang lalu dan satu tahun yang akan datang.”   (HR Muslim ).

c.       Puasa Asyura, Puasa sunah pada bulan Asyura, ada tiga tingkatan, yaitu :
1.         Berpuasa tiga hari yaitu, tanggal  9,  10 dan 11 di bulan Syura atau Muharam.
2.         Berpuasa dua hari yaitu, tanggal 9 dan 10 di  bulan Syura atau Muharam.
3.         Berpuasa satu hari yaitu,  tanggal 10 Syura atau Muharam.
Bulan Syura adalah bulan kemenangan nabi Musa as dan Bani Israil dari musuh, barang siapa berpuasa As Syura dihapus ( dosanya ) satu tahun yang lalu.
Nabi Muhammad saw. bersabda ;

صِيَامُ يَوْمَ عَاشُوْرَاءِ: أَحَتسِبَ عَلَى الله أَنْ يُكَفِرَ السَّنَةِ الَّتِى قَبْلَهُ  (رواه مسلم)
Artinya : “ Puasa pada hari As Syura menghapus ( dosa )  selama satu tahun yang lalu.” ( H.R. Muslim).

d.      Puasa bulan Sya’ban
Puasa di bulan Sya’ban ini tidak ada ketentuan, apabila dalam mengerjakan puasa di bulan Sya’ban  lebih banyak daripada di bulan lain adalah lebih baik. 
Nabi bersabda :
كاَنَ يَصُوْمُ شَعْبَانَ كُلَّهُ, كَانَ يَصُوْمُ شَعْبَانِ اِلاَّ قَلِيْلاً  (أخرجه البخارى)
Artinya : “ Rasulullah pernah berpuasa penuh di bulan sya’ban, juga pernah berpuasa di bulan sya’ban tidak penuh (dengan tidak berpuasa pada hari-hari yang sedikit jumlahnya)” (H.R. Bukhari)

e.       Puasa hari Senin dan Kamis
Allah Swt pada setiap Senin dan kamis  mengampuni dosa-dosa setiap muslim, supaya kita diampuni dosanya oleh Allah,  maka berpuasalah.
Rasulullah saw. bersabda ;

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: تُعْرَضُ اْلأَ عْمَالِ كُلَّ اثْنَيْنِ وَ خَمِيْسِ فَأَحَبُّ اَنْ يُعْرَضَ عَمَلِى وَاَنَا صَائِم (رواه أحمد والترمذى)
Artinya : “ Rasulullah saw. bersabda : Ditempatkan amal-amal umatku pada hari Senin dan Kamis, dan aku senang amalku ditempatkan, maka aku berpuasa.”  (HR Ahmad dan Tirmidzi ).  
Hadis diriwayatkan dari Aisyah, Nabi SAW. bersabda:

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمِ يَتَحَرَّى صِيَامُ اْلاِ ثْنَيْنِ وَالْخَمِيْسِ  (رواه الترمذى)
Artinya : “Dari Aisyah ra. Ia berkata: Bahwasanya Nabi SAW selalu memilih puasa hari senin dan hari kamis.” (H.R. Tirmidzi)

f.       Puasa pada pertengahan bulan Qomariyah
Puasa pertengahan bulan ini dilakukan setiap tanggal 13, 14 dan 15 Qamariyah.
Sabda Rasulullah saw:

عَنْ اَبِى ذَرٍّ مَنْ صَامَ ثَلاَ ثَةَ اَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ فَقَدْ صَامَ الدَّ هْرَ كُلَّهُ (اخرجه احمد والترمذى)
Artinya :“ Dari Abu Dzar,  : Barang siapa puasa tiga hari setiap bulannya maka sungguh ia telah puasa selama satu tahun penuh.”  ( HR Ahmad dan Tirmidzi )
Hadis Abu Dzar yang lain menjelaskan:

اِذَا صُمْتُ مِنَ الشَّهْرِ ثلاَ ثَةَ فَصُمَّ ثَلاَثَ عَشَرَةَ وَاَرْبَعَ عَشَرَةَ وَخَمْسَ عَشَرَةَ   (اخرجه احمد والترمذى وابن حبان)
Artinya : “Ketika kamu ingin puasa setiap bulan tiga hari maka puasalah setiap tanggal 13, 14 dan 15 setiap bulannya. (H.R. Ahmad,Tirmidzi dan Ibnu Hiban)

g.      Puasa Daud
Puasa Daud yaitu puasa yang dilakukan dengan cara sehari berpuasa sehari berbuka ( tidak berpuasa )
Nabi SAW bersabda :

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمِ: اِنَّ أَحَبَّ الصِّيَامِ اِلَى اللهِ صِيَامُ دَاوُدَ, وَأَحَبَّ الصَّلاَةِ اِلَى اللهِ صَلاَةُ دَاوُدُ عَلَيْهِ السَّلاَمِ: كَانَ يَنَامُ نِصْفَ اللَّيْلِ, وَيَقُوْمُ ثَلَثَهُ , وَيَنَامُ سُدُسَهُ, وَكَانَ يَصُوْمُ يَوْمًاوَيُفْطِرُ يَوْمًا (اخرجه البخارى)
Artinya :“Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya puasa (sunah) yang paling disenangi oleh Allah adalah puasa Nabi Dawud, dan salat (sunah) yang paling disenangi oleh Allah adalah salat Nabi Dawud, Nabi Dawud tidur separuh malam, lalu salat sepertiga malam, kemudian tidur lagi seperenam malam, dan beliau berpuasa sehari lalu berbuka sehari (selang-seling)” (H.R. Bukhari) 

C.    Berpuasa Ramadhan karena melihat Hilal

Hilal ramadhan ditetapkan dengan cara–cara sebagai berikut:

a.       Penglihatan Mata (Rukyah)
Yaitu cara menetapkan awal bulan qomariah dengan jalan melihat atau menyaksikan dengan mata lahir munculnya bulan sabit (hilal) beberapa derajat di ufuk barat.

Hadits ke-653
حَدِيْثُ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَكَرَ رَمَضَانَ ، فَقَالَ : لَاتَصُوْمُوْا حَتَّى تَرَوُاالْهِلَالَ، وَلَاتُفْطِرُوْا حَتَّى تَرَوْهُ، فَإِنَّ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوْالَهُ
(أخرجه البخارى فى:٣٠ كتاب الصوم :١١ باب قول النبي صلى الله عليه وسلم إذا رأيتم الهلال فصوموا)
Artinya : Abdullah bin Umar meriwayatkan bahwa Rasulullah menyebutkan tentang bulan Ramadhan. Lalu beliau bersabda, “Janganlah kalian berpuasa hingga kalian melihat hilal dan janganlah pula kalian berbuka hingga kalian melihatnya. Jika kalian terhalang oleh awan maka perkirakanlah jumlahnya (genapkanlah 30 hari).” (HR. Bukhari, Kitab: “Puasa” (30), Bab: sabda Nabi Muhammad : “Apabila kalian melihat hilal, maka berpuasalah”
Penjelasan
Ø  Sampai kalian melihat hilal. Yaitu pada 29 sya’ban
Ø  Janganlah kalian ber-idul fitri sampai kalian melihatnya. Yaitu melihat hilal. Dalam hal ini tidak semua orang harus melihat hilal, cukup dilakukan oleh sebagian orang saja yang memenuhi syarat kesaksian, yaitu dua orang yang adil
Ø  Maka dari itu , jika hilal tersebut tertutup. Yaitu terhalangi oleh awan, baik untuk menentukan waktu shaum atau idul fitri
Ø  Hendaklah kalian menyempurnakan hitungannya, yaitu sebanyak 30 hari terhitung dari awal bulan

b.      Syiya’ (Ketenaran)
Yang dimaksud dengan syiya adalah hilal dapat ditetapkan dengannya , bukanlah berpuasanya sekelompok orang atau penduduk suatu tempat berdasarkan pada keputusan seseorang yang baik bahwa besok masih ramadhan, atau tidak berpuasanya mereka itu berdasarkan ketentuan itu bahwa besok sudah syawal. Tetapi syiya adalah hendaknya hilal dilihat oleh umum, bukan satu orang saja.

c.       Menyempurnakan Bilangan
Diantara cara menetapkan hilal, ialah menyempurnakan bilangan. Bulan Qamariyah manapun, apabila awal harinya telah diketahui maka dia akan habis dengan berlalunya 30 hari. Hari berikutnya berarti sudah masuk bulan berikutnya, sebab jumlah hari bulan Qamariyah tidak akan lebih dari 30 dan tidak kurang dari 29 hari. Jika awal Syaban telah diketahui maka hari ke-31 nya pasti sudah masuk satu ramadhan . Demikian pula jika telah kita ketahui awal ramadhan maka hari ke-31 nya bisa kita pastikan sebagai tanggal 1 syawal.

d.       Bayyinah Syar’iyyah(Bukti Syar’i)
Hilal bisa juga dipastikan dengan kesaksian dua orang lelaki yang adil (inilah yang disebut bayyinah syar’iyyah), dan juga kesaksian para perempuan yang terpisah dengan lelaki ataupun bergabung dengan mereka. Siapa saja yang yakin akan keadilan dua orang saksi tersebut maka ia harus mengamalkannya. 

D.    Boleh memilih untuk berpuasa atau berbuka ketika sedang safar
Masalah yang terkait dengan puasa bagi orang yang safar (dalam bepergian). Yaitu bahwa rukhshah (keringanan) untuk membatalkan puasa diberikan kepada orang yang safar. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala:

فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ
“Dan barang siapa dari kalian yang sakit atau sedang safar maka mengganti di hari-hari yang lain.” (Al-Baqarah: 184)
Lafazh “atau sedang safar” dalil yang menunjukkan bahwa sebab bolehnya membatalkan puasa adalah adanya safar, bukan karena adanya beban berat dalam bersafar. Karena sebagian ahli fiqih menggantungkan bolehnya membatalkan puasa itu karena ada beban berat saat safar, sehingga mereka mengira bahwa safar yang tidak terasa beban berat padanya tidak boleh mengambil rukhshah untuk membatalkan puasa. Dan hal ini tidaklah benar, karena alasan ini tidaklah disebutkan, tidak dalam Al-Qur’an tidak pula dalam hadits. Bahkan yang benar dengan terjadinya safar itu saja sudah cukup menjadi alasan untuk bolehnya membatalkan puasa. Setiap orang yang safar, jauh ataupun dekat, terasa berat ataupun tidak maka telah diberi keringanan untuk membatalkan puasa. Ini dari segi pendalilan.
Adapun dari segi alasan logis kebanyakannya orang yang safar itu urusannya tidak menentu sehingga kondisinya tidak seperti kondisi orang yang tidak safar, maka cocoklah penetapannya padanya. Bahwa orang yang puasa dalam safar meskipun tidak berat terbebani akan tetapi bisa jadi ada unsur rasa berat, sementara Allah Ta’ala berfirman:

وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ
“Dan tidaklah Allah menjadikan atas kalian pada agama ini suatu rasa berat.”
Pada pemasalahan ini di kalangan ulama. Yang paling mendekati kebenaran adalah bahwa seseorang diberi pilihan.Yang utama bagi orang yang merasa tidak ada rasa berat dalam puasa ketika safar maka baginya puasa lebih utama. Hal ini berdasarkan riwayat yang shahih dalam Ash-Shahih yang mengisahkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam puasa dalam safar bersama Abdullah bin Rawahah yang juga puasa. Maka hal ini menunjukkan bahwa praktek Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah puasa ketika safar jika tidak beban berat atau rasa berat padanya. kecuali jika takut akan terbinasakan atau terkena lemah dan mengisyaratkan pada hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha dalam Ash-Shahihain terkait kisah

Hamzah bin ‘Amr Al-Aslamy, Hadits ke- 684          
حَدِيْثُ عَائِشَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهَا, زوج النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, أَنَّ حَمْزَةَ بْنَ عَمْرٍو الأَسْلَمِيَّ قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَأَصُوْمُ فِي السَّفَرِ وَكَانَ كَثِيْرَ الصِّيَامِ، فَقَالَ :إِنْ شِئْتَ فَصُمْ وَإِنْ شِئْتَ فَأَفْطِرْ (أخرجه البخارى في :٣٠ كتاب الصوم : ٣٣ باب الصوم في السفر والإفطار)
Artinya: Aisyah radiallahuanha, Nabi saw, meriwayatkan bahwa Hamzah bin Amru Al-Aslami bertanya kepada Nabi saw, “Bolehkah saya berpuasa saat bepergian?” Ia adalah orang yang sering berpuasa maka beliau menjawab, “Jika kamu mau berpuasalah dan jika kamu mau berbukalah.” (HR. Bukhari, Kitab: “Puasa”(30), Bab: Puasa dan berbuka dalam safar (33))
Timbul pertanyaan berdasarkan hadits yang menunjukkan boleh memilih ini, bagaimana bisa dikatakan bahwa yang utama adalah puasa? Jawabannya ada dua sisi:
Sisi pertama: Hadits di atas tidaklah menafikan keutamaan untuk berpuasa, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya ingin menjelaskan peniadaan rasa berat, dan ini terwujud dengan adanya pilihan. Karena pertanyaannya berkisar pada puasa, sebagaimana hal ini ditunjukkan dalam riwayat Muslim:

أَجِدُ بِى قُوَّةً عَلَى الصِّيَامِ فِى السَّفَرِ فَهَلْ عَلَىَّ جُنَاحٌ
“Aku temukan diriku kuat untuk berpuasa dalam safar, apakah berdosa atasku?”

Jadi dia bertanya tentang apakah dosa kalau puasa makanya jadilah jawabannya bahwa tiada dosa, siapa yang ingin puasa puasalah dan siapa yang ingin tidak puasa maka berbukalah. Dan dalam riawayat Muslim:

هِىَ رُخْصَةٌ مِنَ اللَّهِ فَمَنْ أَخَذَ بِهَا فَحَسَنٌ وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَصُومَ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِ
“Hal itu adalah rukhshah (keringanan) dari Allah, siapa yang ingin memanfaatkannya maka hal itu baik, dan siapa yang suka memilih puasa maka tidak ada dosa baginya.”
Maka hadits tidaklah menfaikan keutamaan untuk berpuasa, karena pertanyaannya berkisar pada dosa dan tidaknya, maka jadilah jawabannya dengan diberi pilihan.
Sisi kedua: Perbincangan dalam hadits tersebut terkait dengan puasa sunnah sebagaimana disebutkan dalam riwayat Muslim bahwa orang tersebut suka untuk puasa sunnah sampaipun dalam safar. Maka bertanyalah dia kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka beliaupun menjawab “Jika engkau mau puasalah dan jika engkau mau berbukalah”.
Dan perkataan kita bahwa yang utama adalah puasa, hal ini tidak menjadikan kita untuk mengingkari orang yang tidak puasa. Orang yang tidak puasa ketika safar maka kita tidak mengingkarinya, sebagaimana hal ini ditetapkan dalam hadits Abu Sa’id radhiyallahu ‘anhu “bahwa mereka dalam keadaan safar, maka yang puasa tidak mengingkari yang tidak puasa, dan yang tidak puasa tidak mengingkari yang puasa”. Perkaranya itu longgar siapa yang safar kalau mau puasa dipersilahkan dan kalau mau tidak puasa dipersilahkan.
Dan kalau memilih berpuasa karena memang mampu melakukannya maka itu lebih utama. Karena itulah yang dipraktekkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan juga itu lebih cepat untuk lepas tanggung jawab menunaikan perintah, dan lebih semangat karena hari dan kondisi semua orang sedang puasa.

E.     Puasa yang di anjurkan oleh Rasulullah  
Hadits ke-714
حَدِيْثُ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرِو، قَالَ: أُخْبِرَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنِّيْ أَقُوْلُ، وَاللهَ لَآَصُوْمَنَّ النَّهَارَ وَلَآَقُوْمَنَّ اللَّيْلَ مَا عِشْتُ؛ فَقُلْتُ لَهُ: قَدْ قُلْتُهُ،بِأَبِيْ أَنْتَ وَأُمِّيْ قَالَ: فَإِنَّكَ لَاتَسْتَطِيْعِ ذَلِكَ، فَصُمْ وَأَفْطِرْ، وَقُمْ وَنَمْ، وَصُمْ مِنَ الشَّهْرِ ثَلَاَثَةِ أَيَّامَ ، فَإِنَّ الْحَسَنَةَ بِعَشْرِ أَمْثَا لِهَا، وَذَلِكَ مِثْلُ صِيَاِم الدَّهْرِ قُلْتُ: إِنِّيْ أَطِيْقُ أَفْضَلَ مِنْ ذَلِكَ قَالَ: فَصُمْ يَوْمَا وَأَفْطِرْ يَوْمَيْنِ قُلْتُ: إِنِّي أَطِيْقُ أَفْضَلَ مِنْ ذَلِكَ قَالَ:فَصُمْ يَوْمَا وَأَفْطِرْ يَوْمَا، فَذَلِكَ صِيَامُ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ،وَهُوَ أَفْضَلُ الصِّيَامُ فَقُلْتُ: إَنِّيْ أَطِيْقُ أَفْضَلَ مِنْ ذَلِكَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَااَفْضَلَ مِنْ ذَلِكَ (أخرجه البخارى في: ٣٠ كتاب الصوم:٥٦ باب صوم الدهر)
Artinya: Abdullah bin Amru berkata, “Diberitahukan kepada Rasulullah saw bahwa aku berkata, ‘Demi Allah, sungguh aku akan berpuasa sepanjang hari dan sungguh aku akan shalat malam sepanjang hidupku.’ Aku katakan kepada beliau, ‘Saya telah telanjur mengatakannya, demi ayah dan ibuku yang menjadi tebusannya.’Beliau lantas bersabda, ‘sunguh, kamu pasti tidak akan sanggup melakukan hal itu. Maka, berpuasalah dan berbukalah, shalat malam dan tidurlah, dan berpuasalah selama tiga hari dalam setiap bulannya. Sebab, setiap kebaikan akan dibalas dengan sepuluh kebaikan yang semisal, dan itu seperti puasa sepanjang tahun (puasa dahr).’Aku berkata, ‘Sungguh, saya mampu melakukan lebih dari itu. ‘beliau bersabda, ‘kalau begitu berpuasalah sehari dan berbukalah selama dua hari. ‘Aku berkata lagi, ‘Sungguh, saya mampu melakukan yang lebih dari itu, ‘Beliau bersabda kembali, ‘Kalau begitu, berpuasalah sehari dan berbukalah sehari. Itu adalah puasanya Nabi Dawud AS dan merupakan puasa yang paling utama. ‘Aku berkata lagi, ‘Sungguh, saya mampu melakukan yang lebih dari itu. ‘Maka beliau pun bersabda, “Tidak ada puasa yang lebih utama dari itu.’ “ (HR. Bukhari, Kitab: “Puasa” (30), Bab: Puasa Dahr (56))
Penjelasan
Puasa Daud adalah puasa yang dilakukan secara selang seling, Yakni sehari berpuasa dan sehari lagi berbuka. Apabila hari ini berpuasa maka esok tidak berpuasa dan lusa berpuasa dan begitu seterusnya.
Cara Mengerjakan Puasa Daud yang Benar dan Sah dilaksanakan dengan cara selang-seling, sehari puasa sehari tidak dan dapat dilaksanakan sepanjang tahun, selama tidak dilaksanakan pada hari-hari yang dilarang untuk berpuasa. Hari-hari yang dilarang untuk berpuasa diantaranya adalah 2 hari raya (Idul Firi dan Idul Adha) dan hari Tasrik. Sedang untuk hari jum’at, tidak terdapat halangan, selama puasa pada dari ini termasuk bagian dalam puasa Daud, jadi bukan puasa khusus pada hari Jum’at saja. Sedangkan jika puasa hanya pada hari Jum’at saja, maka hal ini tidak diperbolehkan. Puasa Daud sebaiknya dilaksanakan apabila kita sudah terbiasa berpuasa hari Senin-Kamis, sehingga tidak ada kesulitan bagi kita untuk melaksanakannya.
Lafadz niat puasa Nabi Daud yang umumnya dibaca adalah sebagai berikut :

نويت صوم داود سنة لله تعالى
NAWAITU SHAUMA DAAWUDA SUNNATAL LILLAAHI TA’AALA "Saya niat puasa Daud, sunnah karena Allah ta’ala"
Kalaupun niat puasa hanya dengan bahasa Indonesia atau bahasa Anda sendiri, tidak pakai bahasa Arab, tidak masalah dan tetap niat puasanya sah, karena niat yang terpenting ada di dalam hati.
Puasa sunnah yang paling utama sebagaimana diungkapkan dalam hadist Rasulullah SAW adalah puasa Daud. Mengingat puasa ini memiliki banyak keajaiban dan keistimewaan.
Adapun keajaiban-keajaiban yang secara umum dialami oleh orang-orang yang menjalankan puasa Daud diantaranya sebagai berikut:
1.      Terpelihara dari maksiat
Orang yang senantiasa menjalankan puasa Daud, dengan niat ikhlas karena Allah niscaya akan terpelihara dari berbuat maksiat. Apabila ia akan melakukan suatu pekerjaan yang ada unsure maksiat niscaya akan selalu ada kekuatan ghaib (semacam bisikan) yang secara tiba-tiba menyeruak dalam hatinya. Jasmani dan Ruhaninya seperti ada yang menjaga, pagar yang membuat langkah dan sepak terjangnya selalu dalam bingkai aturan dan ridha Allah. Apabila ia berniat hendak melakukan kejahatan yakni menganiaya orang lain maka Allah akan memberinya rasa iba atau kasihan sehingga ia mengurungkan niat buruknya tersebut.
2.      Tumbuhnya akhlakul karimah (akhlak yang baik)
Salah satu rahasia Puasa Daud yaitu dikaruniai budi pekerti yang luhur. Manakala bertutur kata senantiasa santun, sabar, rendah hati, suka mengalah, tidak egois, senang berteman sehingga orang lain melihatnya menarik dan penuh kesan.
3.      Menerima pemberian Allah dengan lapang hati
Orang yang mengerjakan puasa Daud niscaya Allah mengaruniakan kepada orang tersebut rasa menerima terhadap apa saja pemberian Allah baik buruk maupun baik.
4.      Berfikir positif, kreatif dan inovatif
Orang yang mengerjakan puasa Daud niscaya akan dikaruniai pikiran yang senantiasa positif.
5.      Menumbuhkan sifat Hilm (emosi dapat ditahan dengan baik)
Rasa Hilm atau mampu menahan emosi akan dikaruniakan oleh Allah kepada orang yang istiqomah menjalankan puasa Daud. Sebab pada dasarnya orang yang hendak melakukan puasa Daud harus siap untuk bersifat sabar. Adapun cara mencegah marah itu yaitu dengan berwudhu’, Merubah posisi, dan mencari kesibukan.
6.      Menentramkan jiwa
Orang yang menjalankan puasa Daud jiwanya akan merasa tentram, sebab ia merasa dekat dengan Allah dan Allah adalah Dzat dapat menolong setiap hamba-Nya yang membutuhkan pertolongan. Ketentraman jiwanya bisa dirasakan dimana saja dan kapan saja. Karena sesungguhnya ketentraman jiwa yang diperoleh oleh orang yang menjalankan puasa Daud tidak terikat oleh ruang dan waktu.
7.      Bertambah wibawa
Orang yang biasa menjalankan ibadah puasa Daud niscaya dirinya akan bertambah wibawa di hadapan orang lain. Jika ia seorang guru ia akan disegani oleh murid-muridnya. Jika ia seorang bupati niscaya dihormati oleh bawahannya dan apabila dia seorang bawahan niscaya dia akan dihormati oleh atasannya.
8.      Mendatangkan rejeki yang tidak disangka-sangka
Puasa Daud bisa menjadi salah satu pintu datangnya rejeki. Tentu saja hal ini adalah rejeki yang dapat mencukupi kebutuhan hidupnya.
9.      Menjadi hamba yang bersyukur
Bersyukur merupakan salah satu ibadah mulia kepada Allah yang mudah dilaksanakan, tidak memerlukan tenaga dan pikiran. Bersyukur atas nikmat Allah berarti berterimakasih kepada Allah karena kemurahan-Nya. Dengan bersyukur berarti kita mengingat Allah yang Maha Kaya, Maha Pengasih, maha Penyayang, dan Maha Penyantun. Mensyukuri nikmat yang diberikan oleh Allah kepada kita dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu bersyukur dengan hati nurani, bersyukur ‘billisan’ (dengan ucapan), bersyukur dengan perbuatan yang biasanya dialkukan oleh anggota tubuh.
10.  Suasana Rumah Tangganya senantiasa Harmonis
Rumah tangga yang harmonis merupakan dambaan setiap orang. Sebab itu rumah tangga yang harmonis itu tercipta suasana yang nyaman, tenang, damai dan menyenangkan hati. Puasa Daud dapat dapat mendukung terciptanya keluarga yang harmonis (sakinah, mawaddah, warahmah).
Selian yang diungkapkan diatas Puasa Daud juga masih memiliki keajaiban-keajaiban lain misalnya seperti mengalah demi orang lain, menumbuhkan sifat percaya diri, menumbuhkan gairah menuntut ilmu, menuntut diri berbakti kepada kedua orang tua, terhindar dari celaan dan hinaan orang lain, senantiasa dihargai orang lain, menumbuhkan sifat tawadhdu’ (rendah hati), beribadah lebih khusyu’, senantiasa ikhlas dalam beramal, kehidupannya senantiasa rukun, damai dan tenteram bersama keluarga dan tetangga, rejekinya dicukupkan, peka dengan perkembangan zaman, menumbuhkan rasa penuh dosa, menumbuhkan rasa malu kepada Allah, semangat dalam memberdayakan orang lain, dapat diterima semua kalangan atau kejadian-kejadian luar biasa yang bisa dirasakan oleh orang yang menjalankan ibadah puasa Daud.







PENUTUP

A.    Simpulan
Dari pembahasan di atas kita ketahui bahwa untuk mengetahui datangnya bulan puasa kita harus mengetahui dengan melihat hilal dan untuk mengetahui bahwa puasa sunah yang lebih bagus itu kita mengetahui dari pada pembincangan Rasullulah dengan seorang sahabat masalah puasa sunnah yang saya jelaskan di makalah ini
B.     Kritik dan saran
Saya merasa banyak sekali kesalahan dalam pembuatan makalah ini oleh sebab itu kritik dan saran sangat saya perlukan kepeda kawan – kawan dan Dosen pembimbing agar kiranya memeberikan saran dan kritiknya untuk membangun kami lebih sempurna lagi dalam pembuatan makalah yang akan datang .



















DAFTAR PUSTAKA

Bahreisj, Hussein., 1980. Pedoman Fiqih Islam. Surabaya: Al-Ikhlas.
Latif, M. Djamil., 2001. Puasa dan Ibadah Bulan Ramadhan. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Rifa’i, Moh., 1978. Ilmu Fiqih Islam Lengkap. Semarang: PT Karya Toha Putra.
Rasjid, Sulaiman., 2012. Fiqih Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Sabiq, Sayyid., 1993. Fikih Sunnah 3. Bandung: Al-Ma’arif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar