MAKALAH
PUASA (صوم)
Di susun
oleh : Rudi iskandar (14140064)
Dosen
Pembimbing
Dr. Drs.
H. Marsaid, MA
JURUSAN
AKHWAL SYAKHSIAH, FAKULTAS SYARI’AH, UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH
PALEMBANG
TAHUN AJARAN : 2015/2016
KATA PENGATAR
بسم الله الرحمن الرحيم
Segala
puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Selawat serta salam semoga dilimpahkan
kepada Rasulullah SAW. Saya
bersyukur bisa menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Puasa” di dalam
mata kuliah kami ambil yaitu Hadits Ahkam I.
Dengan datang makalah ini di harapkan para mahasiswa
dapat memahami secara mendalam tentang hal-hal yang berkaitan denga materi yang
di kaji dalam makalah ini dengan judul “Puasa” antara lain agar mahasiswa memiliki pengetahui dari makalah
ini .
Palembang
,25 September, 2015
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ..................................................................................................................... I
Pendahuluan ....................................................................................................................... II
Pembahasan ....................................................................................................................... III
A.
Pengertian puasa ....................................................................................................... 1
B.
Dasar hukum Puasa ................................................................................................... 1
C.
Berpuasa Ramadhan karena melihat Hilal................................................................. 6
D.
Boleh memilih untuk berpuasa atau berbuka ketika
sedang safar ............................ 7
E.
Puasa yang di anjurkan oleh Rasulullah .................................................................... 10
Penutup ....................................................................................................................... 14
Daftar isi ....................................................................................................................... 15
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Puasa merupakan amalan-amalan
ibadah yang tidak hanya oleh umat sekarang tetapi juga dijalankan pada masa
umat-umat terdahulu.bagi orang yang beriman ibadah puasa merupakan salah satu
sarana penting untuk mencapai takwa, dan salah satu sebab untuk mendapatkan
ampunan dosa-dosa, pelipat gandaan pahala kebaikan, dan pengangkatan derajat. Allah telah menjadikan ibadah puasa khusus untuk diri-Nya diantara
amal-amal ibadah lainnya. Puasa difungsikan sebagai benteng yang kukuh yang
dapat menjaga manusia dari bujuk rayu setan. Dengan puasa syahwat yang
bersemayam dalam diri manusia akan terkekang sehingga manusia tidak lagi
menjadi budak nafsu tetapi manusia akan menjadi majikannya.
Allah memerintahkan puasa bukan tanpa sebab. Karena segala sesuatu yang
diciptakan tidak ada yang sia-sia dan segala sesuatu yang diperintahkan-Nya
pasti demi kebaikan hambanya. Kalau kita mengamati lebih lanjut ibadah puasa
mempunyai manfaat yang sangat besar karena puasa tidak hanya bermanfaat dari
segi rohani tetapi juga dalam segi lahiri. Barang siapa yang melakukannya
dengan ikhlas dan sesuai dengan aturan maka akan diberi ganjaran yang besar
oleh allah.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian
puasa?
2.
Bagaimana menentukan bulan Ramadhan ?
C.
Tujuan Penulisan
Makalah ini disusun untuk memberikan pedoman bagi kita umat islam dalam
menjalankan ibadah khususnya ibadah puasa.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Puasa
Puasa adalah terjemahan dari
Ash-Shiyam. Menurut istilah bahasa berarti menahan diri dari sesuatu dalam
pengertian tidak terbatas. Arti ini sesuai dengan firman Allah dalam surat
Maryam ayat 26:
إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمنِ صَوْمًا.
“sesungguhnya aku bernazar
shaum ( bernazar menahan diri dan berbiacara ).”
“Saumu” (puasa), menurut bahasa Arab
adalah “menahan dari segala sesuatu”, seperti makan, minum, nafsu, menahan
berbicara yang tidak bermanfaat dan sebagainya. Menurut istilah agama Islam
yaitu “menahan diri dari sesuatu yang membatalkannya, satu hari lamanya, mulai
dari terbit fajar sampai terbenam matahari dengan niat dan beberapa syarat.” Menahan diri dari berbicara dahulu disyariatkan dalam agama
Bani Israil. Menurut Syara’ (istilah agama Islam) arti puasa adalah sebagaimana
tersebut dalam kitab Subulus Salam. Yaitu :
اَلْإِمْسَاكُ
عَنِ اْلأَكْلِ وَالشُّرْبِ وَالْجِمَاعِ وَغَيْرِهَا مِمَّا وَرَدَ بِهِ٬ فيِ
النَّهَارِ عَلَي الْوَجْهِ الْمَشْرُوْعِ٬ وَيَتْبَعُ ذلِكَ الْإِمْسَاكُ عَنِ
الَّلغْوِ وَالرَّفَثِ وَغَيْرِهَا مِنَ الْكَلَامِ الْمُحَرَّمِ وَالْمَكْرُوْهِ
فِي وَقْتٍ مَخْصُوْصٍ٬ بِشَرَا ئِطَ مَخْصُوْصَةٍ۰
“Menahan diri dari makan,
minum, jima’ (hubungan seksual) dan lain-lain yang diperintahkan sepanjang hari
menurut cara yang disyariatkan, dan disertai pula menahan diri dari perkataan
sia-sia, perkataan yang diharamkan pada waktu-waktu tertentu dan menurut
syarat-syarat yang ditetapkan.
B. Dasar Hukum Puasa
1.
Puasa Wajib
Puasa wajib
artinya puasa yang dikerjakan mendapat pahala, jika tidak dikerjakan mendapat dosa.
Adapun
macam-macam puasa wajib adalah :
a.
Puasa Ramadhan
Puasa ramadhan ialah puasa yang dilaksanakan pada
bulan ramadhan. Hukum melaksanakan puasa ramadhan adalah wajib bagi setiap
orang yang telah memenuhi syarat wajibnya.
Firman Allah Swt.
يَا
أَيُّهَا الَّذِ يْنَ ءَامَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى
الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ (البقرة:183)
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman,
diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum
kamu agar kamu bertakwa.” (Q.S. Al Baqarah [2] : 183).
b. Puasa Kifarat
Puasa kifarat yaitu puasa
sebagai denda terhadap orang yang bersetubuh pada saat berpuasa (pada siang
hari ) bulan ramadhan. Adapun denda (kifarat) bagi yang bersetubuh di siang
hari bulan ramadhan yaitu :
a)
puasa dua bulan berturut-turut, atau
b)
memerdekakan
seorang budak muslim, atau
c)
memberi makan orang miskin sebanyak 60 (enam
puluh) orang.
c.
Puasa Nazar
Puasa nazar ialah puasa yang
dilakukan karena pernah berjanji untuk berpuasa jika keinginannya tercapai.
Misalnya seorang siswa bernazar: “jika saya mendapat rangking pertama maka saya
akan puasa dua hari”. Jika keinginannya tersebut tercapai maka puasa yang telah
dijanjikan (dinazarkannya) harus (wajib) dilaksanakan. Hukum nazar sendiri
adalah mubah tetapi pelaksanaan nazarnya jika hal yang baik wajib dilaksanakan,
tetapi jika nazarnya jelak tidak boleh dilaksanakan, misalnya jika tercapai keinginannya
tadi akan memukul temannya maka memukul temannya tidak boleh dilaksanakan.
2.
Puasa Sunah
Puasa
sunah adalah puasa yang boleh dikerjakan dan boleh tidak, puasa sunah sering
disebut dengan puasa Tathawu’ artinya apabila dilakukan mendapat pahala dan
apabila tidak dilakukan tidak berdosa. Ada beberapa macam puasa sunah
yang waktu pelaksanaannya berbeda-beda, antara lain;
a.
Puasa Syawal, Yang dimaksud
dengan puasa Syawal adalah puasa enam hari di bulan Syawal setelah tanggal 1 di
bulan Syawal, yang pelaksanaannya boleh secara berturut-turut dan boleh
selang-seling yang penting sejumlah enam hari.
Nabi Muhammad saw. bersabda ;
عَنْ اَبِي اَيُّوْبِ اْلأَ نْصَارِيْ رَضِيَ
اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتَّبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ
كَصِيَامُ الدَّ هْرِ (رواه مسلم)
Artinya : “Diriwayatkan
dari Abu Ayyub Al Anshari r.a. bahwa Rasulullah SAW. pernah bersabda: Barang
siapa berpuasa Ramadhan, lalu disusul dengan berpuasa 6 (enam) hari di
bulan Syawal, maka ( pahalanya ) bagaikan puasa setahun penuh.” ( H.R Muslim)
b.
Puasa hari Arafah, Puasa
sunah hari arafah adalah puasa sunah yang pelaksanaannya dilakukan pada tanggal
9 Dzuhijjah. Puasa sunah
hari arafah dapat menghapus dosa selama 2 (dua) tahun, yakni setahun yang
lalu dan setahun yang akan datang.
Nabi Muhammad saw. bersabda ;
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ: أَحْتَسِبُ عَلَى اللهِ أَنْ يُكَفِّرَ
السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ . . . (رواه مسلم)
Artinya : “ Puasa hari Arafah itu dihitung
oleh Allah dapat menghapus ( dosa ) dua tahun, satu tahun yang lalu dan satu
tahun yang akan datang.” (HR Muslim ).
c.
Puasa Asyura, Puasa sunah
pada bulan Asyura, ada tiga tingkatan, yaitu :
1.
Berpuasa tiga hari yaitu, tanggal 9, 10 dan 11 di bulan Syura
atau Muharam.
2.
Berpuasa dua hari yaitu, tanggal 9 dan 10 di bulan Syura atau
Muharam.
3.
Berpuasa satu hari yaitu, tanggal 10 Syura atau Muharam.
Bulan Syura adalah bulan
kemenangan nabi Musa as dan Bani Israil dari musuh, barang siapa berpuasa As
Syura dihapus ( dosanya ) satu tahun yang lalu.
Nabi Muhammad saw. bersabda ;
صِيَامُ يَوْمَ عَاشُوْرَاءِ: أَحَتسِبَ
عَلَى الله أَنْ يُكَفِرَ السَّنَةِ الَّتِى قَبْلَهُ (رواه مسلم)
Artinya : “ Puasa pada
hari As Syura menghapus ( dosa ) selama satu tahun yang lalu.” ( H.R.
Muslim).
d. Puasa bulan Sya’ban
Puasa di bulan Sya’ban ini tidak ada ketentuan, apabila dalam mengerjakan
puasa di bulan Sya’ban lebih banyak daripada di bulan lain adalah lebih
baik.
Nabi bersabda :
كاَنَ يَصُوْمُ
شَعْبَانَ كُلَّهُ, كَانَ يَصُوْمُ شَعْبَانِ اِلاَّ قَلِيْلاً (أخرجه
البخارى)
Artinya : “ Rasulullah
pernah berpuasa penuh di bulan sya’ban, juga pernah berpuasa di bulan sya’ban
tidak penuh (dengan tidak berpuasa pada hari-hari yang sedikit jumlahnya)”
(H.R. Bukhari)
e.
Puasa hari Senin dan Kamis
Allah Swt pada setiap Senin
dan kamis mengampuni dosa-dosa setiap muslim, supaya kita diampuni
dosanya oleh Allah, maka berpuasalah.
Rasulullah saw. bersabda ;
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: تُعْرَضُ اْلأَ عْمَالِ كُلَّ اثْنَيْنِ وَ خَمِيْسِ فَأَحَبُّ اَنْ
يُعْرَضَ عَمَلِى وَاَنَا صَائِم (رواه أحمد والترمذى)
Artinya : “ Rasulullah saw. bersabda :
Ditempatkan amal-amal umatku pada hari Senin dan Kamis, dan aku senang amalku
ditempatkan, maka aku berpuasa.” (HR Ahmad dan Tirmidzi ).
Hadis diriwayatkan dari Aisyah, Nabi SAW.
bersabda:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا
قَالَتْ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمِ يَتَحَرَّى صِيَامُ
اْلاِ ثْنَيْنِ وَالْخَمِيْسِ (رواه الترمذى)
Artinya : “Dari Aisyah ra. Ia berkata:
Bahwasanya Nabi SAW selalu memilih puasa hari senin dan hari kamis.” (H.R.
Tirmidzi)
f.
Puasa pada pertengahan bulan Qomariyah
Puasa pertengahan bulan ini
dilakukan setiap tanggal 13, 14 dan 15 Qamariyah.
Sabda Rasulullah saw:
عَنْ اَبِى ذَرٍّ مَنْ صَامَ ثَلاَ ثَةَ
اَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ فَقَدْ صَامَ الدَّ هْرَ كُلَّهُ (اخرجه احمد
والترمذى)
Artinya :“ Dari Abu Dzar, : Barang
siapa puasa tiga hari setiap bulannya maka sungguh ia telah puasa selama satu
tahun penuh.” ( HR Ahmad dan Tirmidzi )
Hadis Abu Dzar yang lain
menjelaskan:
اِذَا صُمْتُ مِنَ الشَّهْرِ ثلاَ ثَةَ
فَصُمَّ ثَلاَثَ عَشَرَةَ وَاَرْبَعَ عَشَرَةَ وَخَمْسَ عَشَرَةَ
(اخرجه احمد والترمذى وابن حبان)
Artinya : “Ketika kamu ingin puasa setiap
bulan tiga hari maka puasalah setiap tanggal 13, 14 dan 15 setiap bulannya.
(H.R. Ahmad,Tirmidzi dan Ibnu Hiban)
g.
Puasa Daud
Puasa Daud yaitu puasa yang dilakukan dengan cara sehari berpuasa sehari
berbuka ( tidak berpuasa )
Nabi SAW bersabda :
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمِ:
اِنَّ أَحَبَّ الصِّيَامِ اِلَى اللهِ صِيَامُ دَاوُدَ, وَأَحَبَّ الصَّلاَةِ
اِلَى اللهِ صَلاَةُ دَاوُدُ عَلَيْهِ السَّلاَمِ: كَانَ يَنَامُ نِصْفَ
اللَّيْلِ, وَيَقُوْمُ ثَلَثَهُ , وَيَنَامُ سُدُسَهُ, وَكَانَ يَصُوْمُ
يَوْمًاوَيُفْطِرُ يَوْمًا (اخرجه البخارى)
Artinya :“Rasulullah SAW bersabda:
Sesungguhnya puasa (sunah) yang paling disenangi oleh Allah adalah puasa Nabi
Dawud, dan salat (sunah) yang paling disenangi oleh Allah adalah salat Nabi
Dawud, Nabi Dawud tidur separuh malam, lalu salat sepertiga malam, kemudian
tidur lagi seperenam malam, dan beliau berpuasa sehari lalu berbuka sehari
(selang-seling)” (H.R. Bukhari)
C.
Berpuasa Ramadhan karena melihat Hilal
Hilal ramadhan ditetapkan
dengan cara–cara sebagai berikut:
a. Penglihatan Mata (Rukyah)
Yaitu cara menetapkan awal
bulan qomariah dengan jalan melihat atau menyaksikan dengan mata lahir
munculnya bulan sabit (hilal) beberapa derajat di ufuk barat.
Hadits ke-653
حَدِيْثُ عَبْدِ
اللهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ ذَكَرَ رَمَضَانَ ، فَقَالَ : لَاتَصُوْمُوْا حَتَّى تَرَوُاالْهِلَالَ،
وَلَاتُفْطِرُوْا حَتَّى تَرَوْهُ، فَإِنَّ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوْالَهُ
(أخرجه البخارى فى:٣٠ كتاب الصوم :١١ باب قول النبي صلى الله عليه وسلم إذا
رأيتم الهلال فصوموا)
Artinya : Abdullah bin Umar
meriwayatkan bahwa Rasulullah menyebutkan tentang bulan Ramadhan. Lalu beliau
bersabda, “Janganlah
kalian berpuasa hingga
kalian melihat hilal dan janganlah pula kalian berbuka hingga kalian
melihatnya. Jika kalian terhalang oleh awan maka perkirakanlah jumlahnya
(genapkanlah 30 hari).” (HR. Bukhari, Kitab: “Puasa” (30), Bab: sabda Nabi
Muhammad : “Apabila kalian melihat hilal, maka berpuasalah”
Penjelasan
Ø
Sampai kalian melihat
hilal. Yaitu pada 29 sya’ban
Ø
Janganlah kalian ber-idul
fitri sampai kalian melihatnya. Yaitu melihat hilal. Dalam hal ini tidak semua
orang harus melihat hilal, cukup dilakukan oleh sebagian orang saja yang
memenuhi syarat kesaksian, yaitu dua orang yang adil
Ø
Maka dari itu , jika hilal
tersebut tertutup. Yaitu terhalangi oleh awan, baik untuk menentukan waktu
shaum atau idul fitri
Ø
Hendaklah kalian
menyempurnakan hitungannya, yaitu sebanyak 30 hari terhitung dari awal bulan
b.
Syiya’ (Ketenaran)
Yang
dimaksud dengan syiya adalah hilal dapat ditetapkan dengannya , bukanlah
berpuasanya sekelompok orang atau penduduk suatu tempat berdasarkan pada
keputusan seseorang yang baik bahwa besok masih ramadhan, atau tidak
berpuasanya mereka itu berdasarkan ketentuan itu bahwa besok sudah syawal. Tetapi syiya adalah hendaknya
hilal dilihat oleh umum, bukan satu orang saja.
c.
Menyempurnakan Bilangan
Diantara cara menetapkan
hilal, ialah menyempurnakan bilangan. Bulan Qamariyah manapun, apabila awal
harinya telah diketahui maka dia akan habis dengan berlalunya 30 hari. Hari
berikutnya berarti sudah masuk bulan berikutnya, sebab jumlah hari bulan
Qamariyah tidak akan lebih dari 30 dan tidak kurang dari 29 hari. Jika awal
Syaban telah diketahui maka hari ke-31 nya pasti sudah masuk satu ramadhan .
Demikian pula jika telah kita ketahui awal ramadhan maka hari ke-31 nya bisa
kita pastikan sebagai tanggal 1 syawal.
d. Bayyinah
Syar’iyyah(Bukti Syar’i)
Hilal
bisa juga dipastikan dengan kesaksian dua orang lelaki yang adil (inilah yang
disebut bayyinah syar’iyyah), dan juga kesaksian para perempuan yang terpisah
dengan lelaki ataupun bergabung dengan mereka. Siapa saja yang yakin akan keadilan dua orang saksi tersebut
maka ia harus mengamalkannya.
D.
Boleh memilih untuk berpuasa atau berbuka ketika
sedang safar
Masalah yang terkait dengan puasa bagi orang yang safar (dalam
bepergian). Yaitu bahwa rukhshah (keringanan) untuk membatalkan puasa diberikan
kepada orang yang safar. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala:
فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ
فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ
“Dan barang siapa dari kalian yang sakit
atau sedang safar maka mengganti di hari-hari yang lain.” (Al-Baqarah:
184)
Lafazh “atau
sedang safar” dalil yang menunjukkan bahwa sebab bolehnya membatalkan puasa
adalah adanya safar, bukan karena adanya beban berat dalam bersafar. Karena
sebagian ahli fiqih menggantungkan bolehnya membatalkan puasa itu karena ada
beban berat saat safar, sehingga mereka mengira bahwa safar yang tidak terasa
beban berat padanya tidak boleh mengambil rukhshah untuk membatalkan puasa. Dan
hal ini tidaklah benar, karena alasan ini tidaklah disebutkan, tidak dalam Al-Qur’an tidak pula
dalam hadits. Bahkan yang benar dengan terjadinya safar itu saja sudah cukup
menjadi alasan untuk bolehnya membatalkan puasa. Setiap orang yang safar, jauh
ataupun dekat, terasa berat ataupun tidak maka telah diberi keringanan untuk
membatalkan puasa. Ini dari segi pendalilan.
Adapun dari segi alasan logis kebanyakannya orang yang safar itu urusannya
tidak menentu sehingga kondisinya tidak
seperti kondisi orang yang tidak safar, maka cocoklah penetapannya padanya. Bahwa orang
yang puasa dalam safar meskipun tidak berat terbebani akan tetapi bisa jadi ada
unsur rasa berat, sementara Allah Ta’ala berfirman:
وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ
“Dan tidaklah Allah menjadikan atas kalian
pada agama ini suatu rasa berat.”
Pada pemasalahan ini di kalangan ulama. Yang paling mendekati kebenaran adalah bahwa
seseorang diberi pilihan.Yang utama bagi orang yang merasa tidak ada rasa berat
dalam puasa ketika safar maka baginya puasa lebih utama. Hal ini
berdasarkan riwayat yang shahih dalam Ash-Shahih yang mengisahkan bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam puasa dalam safar bersama Abdullah bin
Rawahah yang juga puasa. Maka hal ini menunjukkan bahwa praktek Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah puasa ketika safar jika tidak beban berat
atau rasa berat padanya. kecuali jika
takut akan terbinasakan atau terkena lemah dan mengisyaratkan pada
hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha dalam Ash-Shahihain terkait kisah
Hamzah bin
‘Amr Al-Aslamy, Hadits
ke- 684
حَدِيْثُ
عَائِشَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهَا, زوج النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ,
أَنَّ حَمْزَةَ بْنَ عَمْرٍو الأَسْلَمِيَّ قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَأَصُوْمُ فِي السَّفَرِ وَكَانَ كَثِيْرَ الصِّيَامِ،
فَقَالَ :إِنْ شِئْتَ فَصُمْ وَإِنْ شِئْتَ فَأَفْطِرْ (أخرجه البخارى في :٣٠ كتاب الصوم : ٣٣ باب الصوم في السفر
والإفطار)
Artinya: Aisyah radiallahuanha, Nabi saw, meriwayatkan
bahwa Hamzah bin Amru Al-Aslami bertanya kepada Nabi saw, “Bolehkah saya
berpuasa saat bepergian?” Ia adalah orang yang sering berpuasa maka beliau
menjawab, “Jika kamu mau berpuasalah dan jika kamu mau berbukalah.” (HR.
Bukhari, Kitab: “Puasa”(30), Bab: Puasa dan berbuka dalam safar (33))
Timbul pertanyaan berdasarkan hadits yang menunjukkan
boleh memilih ini, bagaimana bisa dikatakan bahwa yang utama adalah puasa? Jawabannya ada dua
sisi:
Sisi pertama: Hadits di atas tidaklah menafikan keutamaan untuk
berpuasa, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya ingin menjelaskan
peniadaan rasa berat, dan ini terwujud dengan adanya pilihan. Karena
pertanyaannya berkisar pada puasa, sebagaimana hal ini ditunjukkan dalam
riwayat Muslim:
أَجِدُ بِى قُوَّةً عَلَى الصِّيَامِ فِى السَّفَرِ
فَهَلْ عَلَىَّ جُنَاحٌ
“Aku temukan diriku kuat untuk berpuasa
dalam safar, apakah berdosa atasku?”
Jadi dia bertanya
tentang apakah dosa kalau puasa makanya jadilah jawabannya bahwa tiada dosa,
siapa yang ingin puasa puasalah dan siapa yang ingin tidak puasa maka
berbukalah. Dan dalam riawayat Muslim:
هِىَ رُخْصَةٌ مِنَ اللَّهِ فَمَنْ أَخَذَ بِهَا
فَحَسَنٌ وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَصُومَ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِ
“Hal itu adalah rukhshah (keringanan) dari
Allah, siapa yang ingin memanfaatkannya maka hal itu baik, dan siapa yang suka
memilih puasa maka tidak ada dosa baginya.”
Maka hadits tidaklah menfaikan keutamaan untuk berpuasa,
karena pertanyaannya berkisar pada dosa dan tidaknya, maka jadilah jawabannya
dengan diberi pilihan.
Sisi kedua: Perbincangan dalam hadits tersebut terkait dengan puasa sunnah
sebagaimana disebutkan dalam riwayat Muslim bahwa orang tersebut suka untuk
puasa sunnah sampaipun dalam safar. Maka bertanyalah dia kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka beliaupun menjawab “Jika engkau mau
puasalah dan jika engkau mau berbukalah”.
Dan
perkataan kita bahwa yang utama adalah puasa, hal ini tidak menjadikan kita
untuk mengingkari orang yang tidak puasa. Orang yang tidak puasa ketika safar
maka kita tidak mengingkarinya, sebagaimana hal ini ditetapkan dalam hadits Abu
Sa’id radhiyallahu ‘anhu “bahwa mereka dalam keadaan safar, maka yang puasa
tidak mengingkari yang tidak puasa, dan yang tidak puasa tidak mengingkari yang
puasa”. Perkaranya itu longgar siapa yang safar kalau mau puasa
dipersilahkan dan kalau mau tidak puasa dipersilahkan.
Dan kalau
memilih berpuasa karena memang mampu melakukannya maka itu lebih utama. Karena
itulah yang dipraktekkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan juga itu
lebih cepat untuk lepas tanggung jawab menunaikan perintah, dan lebih semangat
karena hari dan kondisi semua orang sedang puasa.
E.
Puasa yang di anjurkan oleh Rasulullah
Hadits ke-714
حَدِيْثُ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرِو، قَالَ: أُخْبِرَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنِّيْ أَقُوْلُ، وَاللهَ لَآَصُوْمَنَّ
النَّهَارَ وَلَآَقُوْمَنَّ اللَّيْلَ مَا عِشْتُ؛ فَقُلْتُ لَهُ: قَدْ قُلْتُهُ،بِأَبِيْ
أَنْتَ وَأُمِّيْ قَالَ: فَإِنَّكَ لَاتَسْتَطِيْعِ ذَلِكَ، فَصُمْ وَأَفْطِرْ، وَقُمْ
وَنَمْ، وَصُمْ مِنَ الشَّهْرِ ثَلَاَثَةِ أَيَّامَ ، فَإِنَّ الْحَسَنَةَ بِعَشْرِ
أَمْثَا لِهَا، وَذَلِكَ مِثْلُ صِيَاِم الدَّهْرِ قُلْتُ: إِنِّيْ أَطِيْقُ أَفْضَلَ
مِنْ ذَلِكَ قَالَ: فَصُمْ يَوْمَا وَأَفْطِرْ يَوْمَيْنِ قُلْتُ: إِنِّي أَطِيْقُ
أَفْضَلَ مِنْ ذَلِكَ قَالَ:فَصُمْ يَوْمَا وَأَفْطِرْ يَوْمَا، فَذَلِكَ صِيَامُ
دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ،وَهُوَ أَفْضَلُ الصِّيَامُ فَقُلْتُ: إَنِّيْ أَطِيْقُ
أَفْضَلَ مِنْ ذَلِكَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَااَفْضَلَ
مِنْ ذَلِكَ (أخرجه البخارى في: ٣٠ كتاب
الصوم:٥٦ باب صوم الدهر)
Artinya: Abdullah bin Amru berkata, “Diberitahukan
kepada Rasulullah saw bahwa aku berkata, ‘Demi Allah, sungguh aku akan berpuasa
sepanjang hari dan sungguh aku akan shalat malam sepanjang hidupku.’ Aku
katakan kepada beliau, ‘Saya telah telanjur mengatakannya, demi ayah dan ibuku
yang menjadi tebusannya.’Beliau lantas bersabda, ‘sunguh, kamu pasti tidak akan
sanggup melakukan hal itu. Maka, berpuasalah dan berbukalah, shalat malam dan
tidurlah, dan berpuasalah selama tiga hari dalam setiap bulannya. Sebab, setiap
kebaikan akan dibalas dengan sepuluh kebaikan yang semisal, dan itu seperti
puasa sepanjang tahun (puasa dahr).’Aku berkata, ‘Sungguh, saya mampu melakukan
lebih dari itu. ‘beliau bersabda, ‘kalau begitu berpuasalah sehari dan
berbukalah selama dua hari. ‘Aku berkata lagi, ‘Sungguh, saya mampu melakukan
yang lebih dari itu, ‘Beliau bersabda kembali, ‘Kalau begitu, berpuasalah
sehari dan berbukalah sehari. Itu adalah puasanya Nabi Dawud AS dan merupakan
puasa yang paling utama. ‘Aku berkata lagi, ‘Sungguh, saya mampu melakukan yang
lebih dari itu. ‘Maka beliau pun bersabda, “Tidak ada puasa yang lebih utama dari
itu.’ “ (HR. Bukhari, Kitab: “Puasa” (30), Bab: Puasa Dahr (56))
Penjelasan
Puasa Daud adalah puasa yang dilakukan secara selang seling, Yakni sehari
berpuasa dan sehari lagi berbuka. Apabila hari ini berpuasa maka esok
tidak berpuasa dan lusa berpuasa dan begitu seterusnya.
Cara Mengerjakan Puasa Daud yang Benar dan
Sah dilaksanakan dengan cara selang-seling, sehari puasa sehari tidak dan dapat
dilaksanakan sepanjang tahun, selama tidak dilaksanakan pada hari-hari yang
dilarang untuk berpuasa. Hari-hari yang dilarang untuk berpuasa
diantaranya adalah 2 hari raya (Idul Firi dan Idul Adha) dan hari Tasrik.
Sedang untuk hari jum’at, tidak terdapat halangan, selama puasa pada dari ini
termasuk bagian dalam puasa Daud, jadi bukan puasa khusus pada hari Jum’at
saja. Sedangkan jika puasa hanya pada hari Jum’at saja, maka hal ini tidak
diperbolehkan. Puasa Daud sebaiknya dilaksanakan apabila kita sudah terbiasa
berpuasa hari Senin-Kamis, sehingga tidak ada kesulitan bagi kita untuk
melaksanakannya.
Lafadz niat puasa Nabi Daud yang
umumnya dibaca adalah sebagai berikut :
نويت صوم داود سنة
لله تعالى
NAWAITU SHAUMA DAAWUDA SUNNATAL LILLAAHI TA’AALA "Saya niat puasa
Daud, sunnah karena Allah ta’ala"
Kalaupun niat puasa hanya dengan bahasa
Indonesia atau bahasa Anda sendiri, tidak pakai bahasa Arab, tidak masalah dan
tetap niat puasanya sah, karena niat yang terpenting ada di dalam hati.
Puasa
sunnah yang paling utama sebagaimana diungkapkan dalam hadist Rasulullah SAW
adalah puasa Daud. Mengingat puasa ini memiliki banyak keajaiban dan
keistimewaan.
Adapun
keajaiban-keajaiban yang secara umum dialami oleh orang-orang yang menjalankan
puasa Daud diantaranya sebagai berikut:
1. Terpelihara dari maksiat
Orang
yang senantiasa menjalankan puasa Daud, dengan niat ikhlas karena Allah niscaya
akan terpelihara dari berbuat maksiat. Apabila ia akan melakukan suatu
pekerjaan yang ada unsure maksiat niscaya akan selalu ada kekuatan ghaib
(semacam bisikan) yang secara tiba-tiba menyeruak dalam hatinya. Jasmani dan
Ruhaninya seperti ada yang menjaga, pagar yang membuat langkah dan sepak
terjangnya selalu dalam bingkai aturan dan ridha Allah. Apabila ia berniat
hendak melakukan kejahatan yakni menganiaya orang lain maka Allah akan
memberinya rasa iba atau kasihan sehingga ia mengurungkan niat buruknya
tersebut.
2. Tumbuhnya akhlakul
karimah (akhlak yang baik)
Salah satu rahasia Puasa Daud yaitu
dikaruniai budi pekerti yang luhur. Manakala bertutur kata senantiasa
santun, sabar, rendah hati, suka mengalah, tidak egois, senang berteman sehingga
orang lain melihatnya menarik dan penuh kesan.
3. Menerima pemberian Allah dengan lapang hati
Orang
yang mengerjakan puasa Daud niscaya Allah mengaruniakan kepada orang tersebut
rasa menerima terhadap apa saja pemberian Allah baik buruk maupun baik.
4. Berfikir positif, kreatif dan inovatif
Orang
yang mengerjakan puasa Daud niscaya akan dikaruniai pikiran yang senantiasa
positif.
5. Menumbuhkan sifat Hilm
(emosi dapat ditahan dengan baik)
Rasa Hilm atau mampu menahan emosi akan
dikaruniakan oleh Allah kepada orang yang istiqomah menjalankan puasa Daud. Sebab
pada dasarnya orang yang hendak melakukan puasa Daud harus siap untuk bersifat
sabar. Adapun cara mencegah marah itu yaitu dengan berwudhu’, Merubah posisi,
dan mencari kesibukan.
6. Menentramkan jiwa
Orang
yang menjalankan puasa Daud jiwanya akan merasa tentram, sebab ia merasa dekat
dengan Allah dan Allah adalah Dzat dapat menolong setiap hamba-Nya yang
membutuhkan pertolongan. Ketentraman jiwanya bisa dirasakan dimana saja dan
kapan saja. Karena sesungguhnya ketentraman jiwa yang diperoleh oleh orang yang
menjalankan puasa Daud tidak terikat oleh ruang dan waktu.
7. Bertambah wibawa
Orang
yang biasa menjalankan ibadah puasa Daud niscaya dirinya akan bertambah wibawa
di hadapan orang lain. Jika ia seorang guru ia akan disegani oleh
murid-muridnya. Jika ia seorang bupati niscaya dihormati oleh bawahannya dan
apabila dia seorang bawahan niscaya dia akan dihormati oleh atasannya.
8. Mendatangkan rejeki yang tidak disangka-sangka
Puasa
Daud bisa menjadi salah satu pintu datangnya rejeki. Tentu saja hal ini adalah
rejeki yang dapat mencukupi kebutuhan hidupnya.
9. Menjadi hamba yang bersyukur
Bersyukur
merupakan salah satu ibadah mulia kepada Allah yang mudah dilaksanakan, tidak
memerlukan tenaga dan pikiran. Bersyukur atas nikmat Allah berarti
berterimakasih kepada Allah karena kemurahan-Nya. Dengan bersyukur berarti kita
mengingat Allah yang Maha Kaya, Maha Pengasih, maha Penyayang, dan Maha
Penyantun. Mensyukuri nikmat yang diberikan oleh Allah kepada kita dapat dilakukan
dengan tiga cara yaitu bersyukur dengan hati nurani, bersyukur ‘billisan’
(dengan ucapan), bersyukur dengan perbuatan yang biasanya dialkukan oleh
anggota tubuh.
10. Suasana Rumah Tangganya senantiasa Harmonis
Rumah
tangga yang harmonis merupakan dambaan setiap orang. Sebab itu rumah tangga
yang harmonis itu tercipta suasana yang nyaman, tenang, damai dan menyenangkan
hati. Puasa Daud dapat dapat mendukung terciptanya keluarga yang harmonis
(sakinah, mawaddah, warahmah).
Selian yang diungkapkan diatas Puasa Daud
juga masih memiliki keajaiban-keajaiban lain misalnya seperti mengalah demi
orang lain, menumbuhkan sifat percaya diri, menumbuhkan gairah menuntut ilmu,
menuntut diri berbakti kepada kedua orang tua, terhindar dari celaan dan hinaan
orang lain, senantiasa dihargai orang lain, menumbuhkan sifat tawadhdu’ (rendah
hati), beribadah lebih khusyu’, senantiasa ikhlas dalam beramal, kehidupannya
senantiasa rukun, damai dan tenteram bersama keluarga dan tetangga, rejekinya
dicukupkan, peka dengan perkembangan zaman, menumbuhkan rasa penuh dosa,
menumbuhkan rasa malu kepada Allah, semangat dalam memberdayakan orang lain,
dapat diterima semua kalangan atau kejadian-kejadian luar biasa yang bisa
dirasakan oleh orang yang menjalankan ibadah puasa Daud.
PENUTUP
A. Simpulan
Dari pembahasan di atas kita ketahui bahwa
untuk mengetahui datangnya bulan puasa kita harus mengetahui dengan melihat
hilal dan untuk mengetahui bahwa puasa sunah yang lebih bagus itu kita
mengetahui dari pada pembincangan Rasullulah dengan seorang sahabat masalah
puasa sunnah yang saya jelaskan di makalah ini
B. Kritik dan saran
Saya merasa banyak sekali kesalahan dalam
pembuatan makalah ini oleh sebab itu kritik dan saran sangat saya perlukan
kepeda kawan – kawan dan Dosen pembimbing agar kiranya memeberikan saran dan
kritiknya untuk membangun kami lebih sempurna lagi dalam pembuatan makalah yang
akan datang .
DAFTAR PUSTAKA
Bahreisj, Hussein., 1980. Pedoman Fiqih Islam. Surabaya:
Al-Ikhlas.
Latif, M. Djamil., 2001. Puasa dan Ibadah Bulan Ramadhan. Jakarta:
Ghalia Indonesia.
Rifa’i, Moh., 1978. Ilmu Fiqih Islam Lengkap. Semarang:
PT Karya Toha Putra.
Rasjid, Sulaiman., 2012. Fiqih Islam. Bandung: Sinar
Baru Algensindo.
Sabiq, Sayyid., 1993. Fikih Sunnah 3. Bandung: Al-Ma’arif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar